-->

Hakikat Ihsan


بسم الله الرحمن الرحيم
Hakikat Ihsan
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya sampai hari Kiamat, amma ba’du:
Berikut ini pembahasan ihwal ihsan.  Semoga Allah Azza wa Jalla menyebabkan penyusunan risalah ini nrimo karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Ihsan bagi seorang muslim tidaklah sekedar sopan santun utama yang perlu dimilikinya, bahkan ia memandangnya sebagai bab dari dogma dan agamanya, lantaran tingkatan agama itu tiga, yaitu: Islam, Iman, dan Ihsan.
Ta'rif (definisi) ihsan
Ihsan secara bahasa artinya berbuat baik, lawan dari kata isaa'ah (berbuat buruk). Sedangkan secara istilah, ihsan artinya merasakan pengawasan Allah baik di ketika belakang layar maupun terang-terangan, baik dalam ucapan maupun perbuatan. Oleh karenanya, ia mengerjakan kebaikan dengan cara yang paling baik dan mencari keridhaan Allah.
Dalil Ihsan
Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman,
وَأَحْسِنُوَاْ إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
"Dan berbuat ihsanlah, sebetulnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat ihsan." (QS. Al Baqarah: 195)
إِنَّ اللّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ
"Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat ihsan," (QS. An Nahl: 90)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah ditanya ihwal ihsan oleh malaikat Jibril 'alaihis salam, maka Beliau bersabda,
الْإِحْسَانُ أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ
“Ihsan ialah kau beribadah kepada Allah seolah-olah kau melihat-Nya. Jika kau tidak merasa begitu, maka (ketahuilah) Dia melihatmu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Rukun Ihsan
Ihsan rukunnya satu, yaitu seseorang beribadah kepada Allah seolah-olah melihat-Nya, dan jikalau tidak sanggup merasa begitu, maka dengan mencicipi bahwa Dia melihatnya.
Pembagian Ihsan
Ihsan ada beberapa macamnya, yaitu:
1.     Ihsan dalam beribadah kepada Allah Ta'ala
Ihsan dalam beribadah kepada Allah Ta'ala ialah seseorang menjalankan ibadah baik shalat, puasa, haji, maupun ibadah lainnya secara benar dengan menyempurnakan syaratnya, rukunnya, sunah-sunahnya, dan adab-adabnya, dan ini tidak akan tepat kecuali apabila ia menjalankan ibadah itu dengan mencicipi diawasi Allah Ta'ala sehingga seolah-olah ia melihat-Nya, atau minimal mencicipi bahwa Allah Azza wa Jalla melihatnya. Dengan cara menyerupai ini, ia sanggup berbuat ihsan dalam beribadah.
Ihsan dalam beribadah kepada Allah Ta'ala mempunyai dua tingkatan:
Pertama, tingkatan musyahadah, yakni beribadah seolah-olah melihat-Nya. Tingkatan ini lebih tinggi, di dalamnya terdapat ibadah yang dilakukan dengan rasa rindu.
Kedua, tingkatan iththila' wal muraqabah, yaitu mencicipi diawasi Allah. Dalam tingkatan ini terdapat ibadah dengan rasa takut dan cemas.
Kedua keadaan ini sanggup mewujudkan keikhlasan dalam beribadah kepada Allah Ta’ala.
Termasuk kesempurnaan nrimo ialah seseorang berusaha biar ibadahnya tidak dilihat oleh insan kecuali jikalau ada maslahatnya, contohnya untuk mengajarkan orang lain, biar diikuti, atau untuk menampakkan syi’ar Islam, dan sebagainya. Dan seorang muslim dalam hal ini melihat yang lebih bermaslahat dan bermanfaat dalam beribadah, kemudian ia mengerjakannya.
2.     Ihsan dalam hal yang kita miliki,
Yaitu memberikan hal yang ma’ruf dalam hal yang kita miliki. Hal ini sanggup dilakukan dalam empat hal:
a.     Harta
Contoh: berzakat, berinfak, bersedekah yang wajib dan yang sunat.
b.     Kedudukan
Contoh: memperlihatkan syafa’at (membantu orang lain dengan kedudukannya).
c.     Ilmu
Contoh: mengajarkan agama dan mengembangkan ilmu kepada hamba-hamba Allah baik dalam halaqah, majlis khusus maupun umum dengan cara pesan yang tersirat dan tidak menyusahkan manusia.
d.     Badan
Contoh: contohnya dengan membantu orang lain mengangkutkan barang, memperlihatkan jalan, dsb.
3.     Ihsan kepada semua makhluk, yaitu memberikan hal yang ma’ruf dan menghindarkan sesuatu yang mengganggu orang lain.
Hal ini ada beberapa macam:
Kepada diri sendiri, yaitu menjauhkan dirinya dari yang haram dan tidak mengerjakan selain yang mendatangkan keridhaan Allah. Oleh lantaran itu, ia membina dirinya dengan ilmu dan amal, menyucikan dirinya, serta mejauhkannya dari kesesatan di dunia, serta dari kecelakaan dan azab di akhirat. Allah Ta'ala berfirman, "Jika kau berbuat baik (berarti) kau berbuat baik bagi dirimu sendiri." (Terj. QS. Al Israa': 7)
Kepada ibu-bapak, yaitu dengan berbakti kepada keduanya, menaati keduanya, memperlihatkan kebaikan kepada keduanya, menghindarkan gangguan yang mungkin menimpa keduanya, mendoakan dan memintakan ampunan untuk keduanya, menjalankan pesan keduanya, dan memuliakan mitra keduanya.
Kepada kerabat, yaitu dengan berbuat baik kepada mereka dan tidak menyakitinya, berkasih-sayang dengan mereka, mengunjungi mereka, menyambung tali silaturrahim dengan mereka, membantu mereka, serta tidak berkata dan berbuat yang jelek terhadap mereka.
Kepada anak yatim, yaitu dengan menjaga harta mereka, menjaga hak-hak mereka, mendidik mereka, tidak menyakiti mereka, ceria di hadapan mereka, dan menghibur mereka.
Kepada orang-orang miskin, yaitu dengan menghilangkan lapar mereka, menutupi aurat mereka, mendorong orang lain memperlihatkan makan kepada mereka, tidak menodai kehormatan mereka, dan tidak menimpakan sesuatu yang jelek kepada mereka.
Kepada Ibnussabil (musafir yang kehabisan bekal), yaitu dengan memenuhi kebutuhannya, menjaga kehormatannya, memperlihatkan dukungan untuk melanjutkan perjalanannya, menunjukinya jikalau ia meminta petunjuk, dan mengarahkannya ketika ia tersesat.
Kepada pekerja, yaitu dengan memperlihatkan upah sebelum keringatnya kering, tidak membebaninya di luar kesanggupannya, dan menjaga kehormatannya.
Kepada pembantu rumah tangga, yaitu dengan memperlihatkan makan sebagaimana ia memperlihatkan makan kepada keluarganya, memberinya pakaian sebagaimana ia memperlihatkan pakaian kepada keluarganya, dan tidak membebaninya di luar kesanggupannya.
Kepada semua manusia, yaitu dengan berlemah lembut dalam berbicara kepada mereka, bergaul baik dengan mereka, mendakwahi mereka, beramar ma'ruf dan bernahi munkar, memperlihatkan mereka yang tersesat, mengajarkan yang jahil di antara mereka, mengakui hak-hak mereka, menghindarkan gangguan dari mereka, dan tidak melaksanakan tindakan yang membahayakan mereka.
Kepada hewan, yaitu dengan memberinya makan ketika lapar, mengobatinya ketika sakit, tidak membebaninya di luar kesanggupannya, bersikap lembut kepadanya ketika dimanfaatkan, dan mengistirahatkannya ketika lelah.
Dalam bekerja, yaitu dengan memperbagus amalan dan membersihkannya dari sifat ghisy (keinginan untuk menipu orang lain dan berkhianat).
Keutamaan ihsan
1.     Orang yang berbuat ihsan kepada manusia, maka Allah akan berbuat ihsan kepadanya, lihat QS. Ar Rahmaan: 60.
2.     Orang yang berbuat ihsan akan memperoleh jawaban yang baik di dunia, lihat QS. An Nahl: 30.
3.     Rahmat Allah erat dengan orang-orang yang berbuat ihsan, lihat QS. Al A'raaf: 56.
4.     Orang yang berbuat ihsan akan memperoleh nirwana dan tambahannya, lihat QS. Yunus: 26.
5.     Orang yang berbuat ihsan berhak mendapat kabar gembira, lihat QS. Al Hajj: 37.
6.     Allah Subhaanahu wa Ta'ala menyayangi orang-orang yang berbuat ihsan, lihat QS. Al Baqarah: 195.
7.     Allah Subhaanahu wa Ta'ala tidak akan menyia-nyiakan pahala orang yang berbuat ihsan, lihat QS. Huud: 115.
8.     Ihsan merupakan alasannya ialah seorang masuk ke surga, lihat QS. Adz Dzaariyat: 16.
Contoh-contoh ihsan
1.          Kaum musyrik pernah menyakiti Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pada perang Uhud, paman Beliau dibunuh dan dicincang, gigi Beliau pecah, dan mengalir darah dari wajah Beliau, kemudian salah seorang sobat meminta Beliau mendoakan keburukan kepada kaum musyrik itu, namun Beliau mengatakan, "Ya Allah, ampunilah kaumku, lantaran mereka tidak mengetahui."
2.          Suatu hari Umar bin Abdul ‘Aziz pernah berkata kepada pelayannya, “Kipasilah aku, biar saya sanggup tidur,” maka pelayannya mengipasinya sampai ia tertidur, si pelayan juga akibatnya tertidur. Ketika Umar bangun, segeralah ia mengambil kipas dan mengipasi pelayannya, ketika pelayannya berdiri ia pun kaget, kemudian Umar bin Abdul ‘Aziz berkata, “Kamu insan sebagaimana aku, kau layak mendapat kebaikan sebagaimana diriku, oleh lantaran itu saya ingin mengipasimu sebagaimana kau mengipasiku.
3.          Dahulu seorang majikan pernah dibentuk murka oleh budaknya, majikannya pun murka hendak menghukumnya, maka budaknya membacakan ayat, “Wal kaazhimiinal ghaizh” (Dan orang-orang yang menahan marahnya) (QS. Ali Imran: 134)
Maka majikannya berkata, “Ya, saya tahan murka saya.”
Budaknya membacakan lagi ayat, “Wal ‘aafiina ‘anin naas” (Serta memaafkan orang lain), maka majikannya berkata, “Ya, kau saya maafkan.”
Budaknya kemudian membacakan lagi, “Wallahu yuhibbul muhsininiin” (Dan Allah menyayangi orang-orang yang berbuat ihsan), maka majikannya berkata, “Sudah pergi sana, kau merdeka lantaran Allah Ta’ala.”
Wallahu a'lam, wa shallallahu 'alaa nabiyyinaa Muhammad wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji': At Tauhid Al Muyassar (Abdullah Al Huwail), Syarhu Tsalatsatil Ushul (M. Bin Shalih Al Utsaimin), Syarh Al Arba'in (Sulaiman Al Luhaimid), Minhajul Muslim (Abu Bakar Al Jaza'iriy), Al Maktabatusy Syamilah versi 3.35, dll.

0 Response to "Hakikat Ihsan"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel