-->

Kumpulan Hadits Wacana Tauhid (4)


بسم الله الرحمن الرحيم
Kumpulan Hadits Tentang Tauhid (4)
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya sampai hari Kiamat, amma ba’du:
Berikut ini lanjutan kumpulan hadits wacana tauhid dan ancaman syirk. Kami kumpulkan hadits-haditsnya semoga kita sanggup mencapai kesempurnaan tauhid dan terhindar dari syirk.  Semoga Allah Azza wa Jalla menimbulkan penyusunan risalah ini tulus karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
BERLEBIHAN TERHADAP KUBUR ORANG-ORANG SALEH DAPAT MENJADIKAN KUBURAN ITU SEBAGAI SESEMBAHAN YANG DISEMBAH SELAIN ALLAH SUBHAANAHU WA TA’ALA
عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اللَّهُمَّ لَا تَجْعَلْ قَبْرِي وَثَنًا يُعْبَدُ اشْتَدَّ غَضَبُ اللَّهِ عَلَى قَوْمٍ اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ
Dari ‘Athaa’ bin Yasar, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Ya Allah, janganlah Engkau jadikan kuburku sebagai berhala yang disembah.” Sangat besar kemurkaan Allah kepada orang-orang yang menimbulkan kubur para nabi mereka sebagai masjid.” (HR. Malik dari ‘Atha’ bin Yasar secara mursal, Ibnu Abi Syaibah dari Zaid bin Aslam secara mursal, dan dimaushulkan oleh Imam Ahmad dalam Al Musnad (2/246) dari hadits Abu Hurairah serta dimaushulkan pula oleh Al Bazzar (440-Kasyful Astar) dari hadits Abu Sa’id Al Khudri. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Tahdziirussaajid hal. 18-19)
TENTANG ILMU NUJUM
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ اقْتَبَسَ عِلْمًا مِنْ النُّجُومِ اقْتَبَسَ شُعْبَةً مِنْ السِّحْرِ زَادَ مَا زَادَ
Dari Ibnu Abbas ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang mempelajari sebagian dari ilmu nujum[i], maka sebetulnya beliau telah mempelajari sebagian ilmu sihir. Semakin bertambah (ia mempelajari ilmu nujum) semakin bertambah pula (dosanya).” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jaami’ no. 6074)

LARANGAN BERTANYA SESUATU KEPADA DUKUN DAN PARANORMAL MESKIPUN TIDAK MEMBENARKAN
عَنْ بَعْضِ أَزْوَاجِ النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم عَنِ النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ « مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَىْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلاَةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً » . 
Dari sebagian istri-istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam Beliau bersabda, “Barang siapa mendatangi paranormal, kemudian ia bertanya kepadanya wacana sesuatu, maka tidak diterima shalatnya selama empat puluh malam.” (HR. Muslim)
MEMBENARKAN UCAPAN DUKUN DAN PARANORMAL MERUPAKAN KEKUFURAN
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ أَتَى حَائِضًا أَوْ امْرَأَةً فِي دُبُرِهَا أَوْ كَاهِنًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang menggauli perempuan yang haidh atau menggauli perempuan di duburnya atau mendatangi dukun dan membenarkan kata-katanya, maka ia telah kufur kepada apa yang diturunkan kepada Muhammad.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah, dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Al Irwaa’ (2006))
TENTANG NUSYRAH
(TINDAKAN MENYEMBUHKAN ORANG YANG TERKENA SIHIR DENGAN MANTRA DAN JAMPI-JAMPI)
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ النُّشْرَةِ فَقَالَ هُوَ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ
Dari Jabir bin Abdullah ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah ditanya wacana nusyrah?” Beliau menjawab, “Perbuatan itu termasuk amal setan[ii].” (HR. Ahmad dan Abu Dawud, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Abi Dawud (3868), Al Misykaat (4553))
TENTANG THIYARAH[iii]
(MERASA SIAL DENGAN SESUATU)
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ - رضى الله عنه - عَنِ النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ :« لاَ عَدْوَى ، وَلاَ طِيَرَةَ ، وَلاَ هَامَةَ ، وَلاَ صَفَرَ » . زَادَ مُسْلِمٌ: (وَلاَ نَوْءَ، وَلاَ غُوْلَ).
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam Beliau bersabda, “Tidak ada penyakit menular (dengan sendirinya)[iv], tidak ada thiyarah, tidak ada (kesialan dari) burung hantu[v] dan tidak ada Shafar[vi].” (HR. Bukhari dan Muslim, Muslim menambahkan, “Tidak ada Nau’[vii] dan tidak ada Ghuul[viii].”)
TENTANG FA’L
(MERASA OPTIMIS TERHADAP SESUATU)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ : « لاَ طِيَرَةَ ، وَخَيْرُهَا الْفَأْلُ » . قَالُوا : وَمَا الْفَأْلُ ؟ قَالَ :« الْكَلِمَةُ الصَّالِحَةُ يَسْمَعُهَا أَحَدُكُمْ »
Dari Abu Hurairah ia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada thiyarah, dan yang baik ialah fa’il.” Para sobat bertanya, “Apa fa’l itu?” Beliau menjawab, “Kata-kata yang baik yang didengar oleh salah seorang di antara kamu[ix].” (HR. Bukhari dan Muslim)
PENJELASAN BAHWA THIYARAH TERMASUK SYIRK
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الطِّيَرَةُ شِرْكٌ الطِّيَرَةُ شِرْكٌ ثَلَاثًا وَمَا مِنَّا إِلَّا وَلَكِنَّ اللَّهَ يُذْهِبُهُ بِالتَّوَكُّلِ  
Dari Abdullah bin Mas’ud, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam Beliau bersabda, “Thiyarah itu syirk, thiyarah itu syirk,” (Beliau mengucapkan) sebanyak tiga kali, “Tidak ada seorang pun di antara kita (kecuali terdapat perasaan itu), akan tetapi Allah menghilangkannya dengan tawakkal.”  (HR. Abu Dawud, Tirmidzi dan Ibnu Majah, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Ibnu Majah (3538), Ghaayatul Maram (303) dan Ash Shahiihah (430))
KAFFARAT (PELEBUR) DOSA THIYARAH
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ رَدَّتْهُ الطِّيَرَةُ مِنْ حَاجَةٍ فَقَدْ أَشْرَكَ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا كَفَّارَةُ ذَلِكَ قَالَ أَنْ يَقُولَ أَحَدُهُمْ اللَّهُمَّ لَا خَيْرَ إِلَّا خَيْرُكَ وَلَا طَيْرَ إِلَّا طَيْرُكَ وَلَا إِلَهَ غَيْرُكَ  
Dari Abdullah bin ‘Amr ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang ditahan keperluannya lantaran thiyarah (merasa sial dengan sesuatu), maka ia telah berbuat syirk.” Para sobat bertanya, “Wahai Rasulullah, apa kaffaratnya?” Beliau menjawab, “Yaitu salah seorang di antara mereka mengucapkan, “Allahumma…dst. (artinya: Ya Allah, tidak ada kebaikan kecuali kebaikan-Mu dan tidak ada nasib sial kecuali yang Engkau tentukan dan tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau.” (HR. Ahmad, Al Haitsami berkata, “Diriwayatkan oleh Ahmad dan Thabrani, namun di sana terdapat Ibnu Lahii’ah, dan haditsnya hasan namun padanya  terdapat kelemahan, sedangkan para perawi yang lain ialah tsiqah.” Syaikh Al Albani mengomentari perkataan Al Haitsami dalam Silsilah Ash Shahiihah, “Kelemahan yang ada pada hadits Ibnu Lahii’ah, yaitu pada selain riwayat para ‘Abaadilah (yang berjulukan Abdullah) darinya, lantaran jikalau tidak begitu, hadits mereka semua (para ‘abaadilah) ialah shahih sebagaimana telah ditahqiq oleh para Ahli ilmu dalam (membicarakan) biografinya, dan di antaranya ialah Abdullah bin Wahb, dimana ia telah meriwayatkan darinya sebagaimana yang telah anda lihat…dst.” (lihat Ash Shahiihah (1065)).
Bersambung…
Wallahu a'lam, wa shallallahu 'alaa nabiyyinaa Muhammad wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji': Kitabut Tauhid (Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab), Fathul Majid (Abdurrahman bin Hasan), Maktabah Syamilah, Mausu'ah Haditsiyyah Mushaghgharah (Markaz Nurul Islam), dll.


[i] Ilmu Nujum terbagi dua:
Pertama, ilmu untuk mengetahui perjalanan bintang, peredarannya, posisinya, dan ukurannya. Ini disebut juga ilmu falak. Ilmu ini tidak mengapa dipelajari dan dipraktekkan.
Kedua, ilmu yang dikenal dengan ilmu ruhani, dimana ilmu ini disangka sanggup mengetahui ruhani bintang, pengaruhnya di bumi dan golongan orang yang mendapat penyakit, perang, kesulitan, kelapangan, ajal dan kehidupan, kebahagiaan dan kesengsaraan antara suami-istri ketika dijalin pernikahannya ketika berkaitan dengan bintang ini dengan itu. Di antaranya ada yang mereka namai dengan thaali’ (muncul) dan mereka berbagi aktivitas terhadap kejadian yang akan terjadi dalam setahun, baik kejadian umum maupun khusus. Ini termasuk sihir, memakai pelayanan setan dan termasuk berkata wacana Allah tanpa ilmu (Lihat Ta’liq terhadap Fat-hul Majid hal. 348 cet. Daarul Fikri). Termasuk dalam hal ini juga ialah zodiak.
[ii] Ibnul Qayyim berkata, “Nusyrah ialah melepaskan sihir dari orang yang terkena sihir, ia terbagi dua: Pertama, melepaskan dengan memakai sihir yang serupa, dan ini termasuk amal setan. Dibawa ke sanalah maksud ucapan Al Hasan, kemudian yang melaksanakan nusyrah dan orang yang hendak disembuhkan dengan nusyrah mendekatkan diri kepada setan dengan apa yang setan sukai sehingga perbuatan setan itu gagal memberi efek terhadap orang yang terkena sihir itu. Kedua, penyembuhan dengan memakai ruqyah dan ayat-ayat yang berisikan meminta donasi (kepada Allah), juga obat-obatan dan doa-doa yang diperbolehkan. Cara ini hukumnya boleh.”
[iii] Asal dari Tathayyur (thiyarah) ialah bahwa orang-orang Jahiliyyah apabila melaksanakan suatu keperluan bersandar kepada burung; jikalau dilihatnya burung itu terbang ke kanan, maka ia berfirasat baik dan melanjutkan maksudnya, tetapi apabila beliau melihat burung itu terbang ke kiri, maka beliau merasa sial dengannya dan pulang (tidak melanjutkan keinginannya).
[iv] Ada sebuah hadits yang berbunyi, "Larilah kau dari orang yang berpenyakit kusta sebagaimana kau lari dari singa." (HR. Bukhari). Sebagian ulama menjama' (menggabung) antara hadits ini dengan hadits di atas, yang kesimpulannya, bahwa tidak ada penyakit yang menular sendiri. Adapun perintah melarikan diri dari orang yang berpenyakit kusta ialah termasuk bab saddudz dzari'ah (menutup celah) semoga orang yang bergaul dengan orang yang berpenyakit kusta itu tidak terkena penyakit kusta lantaran taqdir (bukan lantaran penyakit itu menular sendiri), sehingga ia menyangka bahwa hal itu akhir dari bergaul dengan orang yang berpenyakit kusta itu, ia  pun beranggapan bahwa penyakit menular itu ada dan jadinya ia jatuh ke dalam dosa.
[v] Ibnul A’raabiy berkata, “Mereka (orang-orang Jahiliyyah) merasa sial lantaran burung hantu yang hinggap di rumah salah seorang di antara mereka.”
[vi] Yakni merasa sial dengan bulan Shafar, demikian pula merasa sial dengan hari tertentu dan tanggal tertentu.
[vii] Menganggap bahwa turunnya hujan lantaran bintang ini dan itu, padahal hujan turun lantaran karunia Allah dan rahmat-Nya.
[viii] Abus Sa’aadaat berkata, “Ghuul ialah satuan dari ghiilaan (jama’ ghuul), yaitu salah satu jenis jin dan setan, dimana orang-orang Arab menyangka bahwa ghuul terbayang oleh insan di padang sahara, berganti warna dengan bentuk yang majemuk menyesatkan mereka di jalan dan membinasakan mereka. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam meniadakan dan membatalkannya.”
[ix] Yang baik ialah fa’l lantaran ia merasa optimis dan berharap kepada Allah ketika di hadapannya ada alasannya yang lemah atau berpengaruh untuk tercapainya cita-citanya. Sedangkan thiyarah ialah buruk, lantaran di sana terdapat perilaku bersangka jelek kepada Allah dan merasa akan mendapat musibah. Contoh tafaa’ul (optimis) ialah seorang yang sakit, kemudian ia mendengar orang lain berkata kepadanya, “Wahai orang yang sehat,” atau seorang yang sedang mencari barang yang hilang, kemudian beliau mendengar orang lain berkata, “Wahai orang yang menemukan barangnya yang hilang,” sehingga ia pun mencicipi dalam pikirannya bahwa dirinya akan sehat dari sakitnya dan bahwa barang miliknya yang hilang akan ditemukannya, itulah maksud, “Kata-kata yang baik yang didengar oleh salah seorang di antara kamu.”

0 Response to "Kumpulan Hadits Wacana Tauhid (4)"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel