-->

Tokoh Agama

Bismillahirrahmanirrahim...

Habib Muhammad, begitu ia biasa disapa, dikenal sebagai guru para Habib di daerah Malang dan sekitarnya. karena beliaulah yang pertama kali membuka pesantren dari kalangan habaib pada tahun 1940. bisa dipastikan, Pesantren Darun Nasyiien yang didirikannya di Lawang, Malang, adalah pesantren kaum habaib yang pertama di Indonesia. Kalaupun sudah banyak forum pendidikan para habib yang berdiri sebelumnya, biasanya hanya berbentuk madrasah, bukan pesantren. Sudah tak terhitung lagi banyaknya alumnus Darun Nasyiien yang menjadi ulama di seluruh Indonesia.

Rata-rata mereka selalu mengibarkan bendera Ahlussunnah Wal Jamaah ala Thariqah Alawiyin di tempat mereka berada. Nama Habib Muhammad bin Husein Ba’abud juga tak pernah hilang dari hati kaum muslimin kota Malang. Sampai kini. abad Kecil di Surabaya Al-Ustadz Habib Muhammad bin Husein dilahirkan di daerah Ampel Masjid Surabaya. Tepatnya di sebuah rumah keluarga, sekitar 20 meter dari Masjid Ampel, pada malam Rabu 9 Dzulhijjah 1327 h. menurut kisah ayahandanya (Habib Husein), saat akan melahirkan, ibunda dia (Syarifah Ni’mah) mengalami kesukaran hingga membuatnya pingsan. Habib Husein bergegas mendatangi rumah Habib abu Bakar bin Umar bin Yahya. Habib bubuk Bakar menyampaikan air untuk diminumkan pada istrinya. Tak lama sehabis diminumkannya air tersebut, dengan kekuasaan Allah, Syarifah Ni’mah melahirkan dengan selamat. Habib abu Bakar berpesan untuk dilaksanakan aqiqah dengan dua ekor kambing, diiringi pesan supaya tidak usah mengundang seseorang pada waktu walimah, kecuali sanak keluarga Syarifah Ni’mah.

Terlaksanalah walimah tersebut dengan dihadiri Habib bubuk Bakar. dia pulalah yang memberi nama Muhammad, disertai pembacaan do’a-do’a dan Fatihah dari ia. Pada saat berumur 7 tahun, Habib Muhammad berkhitan. Ayahandanya mengadakan walimah berskala besar dengan mengundang para kerabatnya. Setelah dikhitan, Habib Husein memasukkan putranya itu ke Madrasah al-Mu’allim Abdullah al-Maskati al-Kabir, sesuai dengan kode dari Habib abu Bakar. Akan tetapi anaknya merasa tidak mendapat banyak dari madrasah tersebut. Tidak usang setelah belajar, Habib Husein memasukkannya ke Madrasah Al-Khoiriyah, juga di daerah Ampel. Pelajaran di Madrasah Al-Khoiriyah waktu itu juga tidak seolah-olah yang diharapkan, disebabkan tidak adanya kemampuan yang cukup dari para pengajarnya. Habib Muhammad pun merasa kurang mendapat pelajaran. Tapi setelah berada di kelas empat, terbukalah mata hatinya, terutama setelah tibanya para tenaga pengajar dari Tarim-Hadramaut. Di antara para guru itu adalah Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih dan Habib Hasan bin Abdulloh al-Kaf. Juga terdapat guru-guru lain yang mempunyai kemampuan cukup, seakan-akan Habib Abdurrohman bin Nahsan bin Syahab.

Semangat Habib Muhammad dalam menimba ilmu semakin bertambah, terutama karena perhatian dari Habib Muhammad bin Ahmad al-Muhdlor. Habib Muhammad mencicipi berkah dari pandangan dan do’a-do’a Habib Muhammad al-Muhdlor di dalam majelis rouhah (pengajian)-nya. Habib Muhammad sangatlah rajin menghadirinya dan telah membaca beberapa kitab di hadapan beliau, juga bernasyid Rosyafaat gubahan Habib Abdurrohman bin Abdulloh Bilfaqih bersama as-Saiyid Ali bin abu Bakar bin Umar bin Yahya. Habib Muhammad al-Muhdlor sangat mengasihi beliau dan seringkali mendo’akannya. Ketika itulah Habib Muhammad merasa telah mendapatkan futuh, manfaat dan juga barakah dari menuntut ilmu. Habib Muhammad semakin haus dengan ilmu pelajaran di Madrasah Al-Khoiriyah. Di tengah masa mencar ilmu itu ia seringkali menggantikan para gurunya mengajar, bilamana mereka berudzur datang. hingga akhirnya nasib baik itu tiba padanya setelah menempuh pendidikan hampir enam tahun lamanya. Pada akhir tahun pendidikan, para pelajar yang lulus mendapat ijazah kelulusan. Ijazah itu dibagikan pribadi oleh Habib Muhammad al-Muhdlor. Ternyata Habib Muhammad menempati peringkat pertama, dari seluruh pelajar yang lulus waktu itu.

Bersamaan dengan itu, Habib Muhammad al-Muhdlor menghadiahkan sebuah jam kantong merk Sima kepadanya. Kebahagiaan semakin bertambah ketika Habib Muhammad al-Muhdlor mengusap-usap kepala dan dadanya sambil terus mendo’akannya. Dalam waktu bersamaan, Habib Agil bin Ahmad bin Agil (pengurus madrasah) memberitahukan bahwa Habib Muhammad pada tahun itu akan diangkat menjadi guru di Madrasah Al-Khoiriyah, tempatnya belajar selama ini. Disamping mengajar pagi dan sore di Madrasah Al-Khoiriyah, Habib Muhammad juga banyak memberikan ceramah agama di berbagai tempat. Ia juga rajin menerjemahkan ceramah-ceramah para mubaligh Islam yang datang dari luar negeri, seakan-akan Syeikh Abdul Alim ash-Shiddiqi dari India, dsb.

Pada tahun 1348 h, tepatnya Kamis sore 22 Robi’utsani, ayahanda dia menikahkannya dengan Syarifah Aisyah binti Saiyid Husein bin Muhammad Bilfaqih. Bertindak sebagai wali nikah adalah saudara kandung istrinya, Saiyid Syeikh bin Husein Bilfaqih yang telah mewakilkan aqd kepada Qodli Arab di Surabaya masa itu, yaitu Habib Ahmad bin Hasan bin Smith. Walimatul ursy di rumah istrinya, Nyamplungan Gg IV Surabaya. Dalam pernikahan ini Allah SWT telah mengaruniainya enam putra dan delapan putri. Mereka adalah Syifa’, Muznah, Ali, Khodijah, Sidah, Hasyim, Fathimah, Abdulloh, Abdurrohman, Alwi, Maryam, Alwiyah, Nur dan Ibrohim.

Pindah ke Malang Pada bulan Jumadil balasan 1359 H, bertepatan dengan Juli 1940, Habib Muhammad beserta keluarganya pindah ke Lawang, Malang. Di kota kecamatan inilah dia mendirikan madrasah dan pondok pesantren Darun Nasyiien, yang pembukaan resminya jatuh pada bulan Rojab 1359 H, bertepatan dengan 5 Agustus 1940. Pembukaan pondok pertama kali itupun mendapat perhatian yang luar biasa dari masyarakat dan ulama tanah Jawa. Bahkan sebagian sengaja datang dari luar Jawa. Beberapa bulan setelah tinggal di Lawang, ayahanda dari Surabaya (Habib Husein) turut pindah ke Lawang dan tinggal bersamanya. Ketika penjajah Jepang tiba, Habib Muhammad sempat berpindah-pindah tinggal. Mulai dari Karangploso, Simping, hingga Bambangan, yang kesemuanya masih di sekitar Lawang. acara mengajarnya juga sempat berhenti sekitar 17 hari, lantaran Jepang pada waktu itu memerintahkan untuk menutup seluruh madrasah dan sekolah di seluruh daerah jajahannya.

Ketika Belanda datang kembali untuk menjajah yang kedua kalinya, terpaksa madrasah ditutup lagi selama tiga bulan, mengingat keamanan yang dirasa membahayakan pada waktu itu. Barulah semenjak 1 April 1951, Habib Muhammad sekeluarga kembali ke Jl. Pandowo hingga akibat hayatnya. Tepatnya di rumah nomor 20, yang di belakangnya terdapat pondok pesantren, beserta kamar-kamar santri, musholla Baitur Rohmah dan ruang-ruang kelas yang cukup baik. ketika itu yang dipercaya sebagai panitia pembangunan sekaligus arsitekturnya adalah putra sulung dia, Habib Ali bin Muhammad Ba’abud. 

Habib Muhammad berpulang ke rahmatullah pada hari Rabu pukul 10.20 tanggal 18 Dzulhijjah 1413 h, bertepatan dengan 9 Juni 1993. mayat almarhum diantar oleh banyak orang ke pemakaman Bambangan, Lawang. lalu dimakamkan di samping makam ayahanda dan abang beliau. Rohimahullohu rohmatal abror. Wa askannahul jannata darul qoror. Tajri min tahtihal anhar. Aamiin ya Allohu ya Ghofuru ya Ghoffar. 

Wasiat yang Ditinggalkan Habib Muhammad.

Ada beberapa wasiat yang ditinggalkan oleh Habib Muhammad yang layak direnungkan oleh umat Islam dimanapun. 

Diantara wasiatnya itu yaitu :

1. Hendaklah mereka menjalankan sunnah-sunnah atau prilaku pemimpin para utusan Allah, Saiyidina Muhammad SAW, dan hendaknya pula mengikuti sunnah dan perjalanan para Khalifah yang telah mendapatkan petunjuk (al-Khulafaur Rosyidin). Barangsiapa yang tidak sanggup menjalankan kesemuanya itu, setidak-tidaknya janganlah keluar atau menyimpang dari jalan atau petunjuk para Salafus Sholih, yaitu para leluhur kita yang sholeh serta terbukti kewaliannya. Dan barangsiapa belum mendapat jua taufiq hidayat untuk itu semua, paling tidak hendaknya ia meneladani kepadaku, yaitu meneladani dalam hal ibadahku dan khalwatku, juga di dalam menjauhkan diri dari kebanyakan orang, bersama dengan perlakuanku yang baik terhadap anak kecil dan orang besar laki-laki dan perempuan, jauh maupun dekat, tanpa harus sering berkumpul atau banyak bergaul, dan tanpa harus saling tidak peduli ataupun saling benci-membenci. 

2. Hendaknya pula sangat berhati-hati dalam bermusuhan dan berselisih dengan siapa saja, di dalam apa saja dan bagaimanapun juga. 

3. Selalu memohon pada Allah kasih sayangnya atau diriku serta memohonkan ampun untukku dengan membacakan istighfar sesuai dengan kesanggupannya masing-masing pada setiap waktu, lebih-lebih lagi di dalam hari-hari Asyura, Rajab dan di bulan Ramadlan, Haji, terutama pada bulan dimana Allah SWT mentakdirkan akan wafatku. 

4. Mempererat tali silaturahmi, karena bekerjsama silaturahmi itu sangat memberi efek terhadap keberkahan rizqi dan salah satu alasannya ialah dipanjangkannya umur seseorang. Silaturohmi itu menunjukkan keluhuran akal pekerti dan tanda seseorang mendapat kebajikan di hari kemudian. Maka hati-hatilah kalian daripada memutuskan tali persaudaraan , lantaran perbuatan itu sangatlah keji dan siksanya sangatlah pedih. Seseorang yang menetapkan silaturohmi itu adalah terkutuk, sesuai nash al-Quran dan menandakan orang yang lemah imannya, orang yang memutus silaturahmi tidak akan mencium kedaluwarsa sorga dan kesialannya menjalar pada tetangga-tetangganya. Maka sambunglah tali persaudaraan, karena bahu-membahu tali rohim itu tergantung pada salah satu tiangnya Arsy Allah SWT.

5. Agar banyak beristikharah dan musyawarah dalam segala hal, dan hendaknya selalu mengambil jalan yang hati-hati. Walaupun pada hakekatnya berhati-hati itu tidak dapat meloloskan seseorang dari ketentuan dan takdir Allah, akan tetapi menjalankan alasannya tidaklah boleh ditinggalkan. Justru dengan karena itulah wasiat atau pesan dan nasehat itu dibutuhkan dan dianjurkan, karena kesemuanya itu ialah satu daripada sebab dalam mengajak insan kepada Allah serta mengajak mereka menuju kebahagiaan dan keselamatan dunia akhirat.

Akhir kata : "Semoga Allah SWT mencurahkan kasih sayangnya atas mereka yang suka menyampaikan nasehat dan membalas mereka dengan kebaikan yang melimpah, dan semoga Allah Ta’ala menyampaikan taufiq-Nya pada kita." 

Note : "Penulis mohon maaf sudi kiranya dimaafkan apabila ada kesalahan dalam pengetikan Artikel,Nama,jabatan,Pangkat dll."

Sumber : http://pantuasuhandiponegorolawang.blogspot.com

0 Response to "Tokoh Agama"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel