-->

Fenomena Anti Islam

بسم الله الرحمن الرحيم
wCEAAkGBxMSEhUTExIVFRUXFRUVFhcXGBgXFRgXFRcYFxUXFxUYHSggGBolHhUVIjEhJSkrLi Fenomena Anti Islam
Fenomena Anti Islam
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Di zaman sekarang, banyak orang-orang yang tertimpa penyakit Anti Islam sehingga terdengar sedikit saja kata ISLAM merasa ingin menutup telinganya, maka di sini penulis akan membahas ihwal penyakit ini berikut obatnya, bi idznillah. Semoga Allah menjadikan penyusunan risalah ini tulus karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Pengantar
Anti Islam yakni penyakit hati yang biasanya hinggap ke dalam diri orang-orang kafir dan munafik. Ia yakni penyakit kronis yang muncul sesudah penyakit ragu-ragu terhadap Islam tidak diobati segera, bahkan malah dibiarkan. Penyakit ini telah diisyaratkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam firman-Nya,
فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَهُمُ اللَّهُ مَرَضًا وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ
“Dalam hati mereka ada penyakit, kemudian ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.” (Qs. Al Baqarah: 10)
Penyakit ini ‘Anti Islam’ juga muncul ketika seseorang salah dalam memandang, yaitu ketika melihat Islam kepada sebagian pemeluknya, dan tidak melihat kepada fatwa Islam yang sesungguhnya. Jelas salah besar, ketika melihat Islam kepada sebagian pemeluknya, lantaran mereka tidak mewakili fatwa Islam. Umat Islam di zaman sekarang, banyak yang meninggalkan ajaran-ajaran agamanya sehingga tidak sanggup melihat Islam kepada pemeluknya, kemudian menyatakan bahwa Islam berarti demikian. Jika ingin melihat Islam yang sesungguhnya, maka lihatlah fatwa dan sumbernya, yaitu Al Qur’an dan As Sunnah, serta mereka yang mengamalkan fatwa Islam dengan benar menyerupai generasi pertama Islam, yaitu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya radhiyallahu anhum.
Jelas salah besar ketika melihat sebagian umat Islam melaksanakan kejahatan, kemudian menyalahkan agama Islam. Ini yakni cara pandang orang-orang yang kerdil.
Penyakit anti Islam juga muncul ketika seseorang melihat agama Islam setengah-setengah (tidak utuh), lantaran hal ini akan memperlihatkan citra yang tidak benar ihwal Islam. Perumpamaannya menyerupai orang yang hendak melihat pemandangan yang indah, namun tertutup oleh kabut, tertutup oleh dinding, atau lainnya sehingga tidak tampak keindahannya.
Penyakit anti Islam juga muncul lantaran menerima kabar-kabar jelek dan tuduhan tidak benar terhadap Islam.
Demikian pula, penyakit tersebut muncul lantaran kebodohan terhadap Islam.
Ya, itu semua yakni penyakit. Baik penyakit ragu-ragu dan lemah keyakinan, penyakit salah memandang, penyakit memandang Islam secara tidak utuh, penyakit mendapatkan kabar jelek ihwal Islam, maupun penyakit kebodohan.
Semua penyakit itu harus segera diobati semoga tidak menjadikan penyakit berikutnya yang lebih berbahaya, yaitu penyakit ANTI ISLAM yang biasa menimpa ke dalam hati orang-orang kafir dan munafik, nas’alullahas salamah wal ‘afiyah.
Contoh-contoh ucapan dan perilaku yang memperlihatkan munculnya benih anti Islam dalam dirinya
Contoh ucapan dan perilaku yang memperlihatkan munculnya benih anti Islam dalam diri seseorang yakni pernyataan dan perilaku berikut:
-       Pernyataan tidak perlu membawa fatwa Islam ke Negara, ke politik, ke lingkungan kerja, ke dalam rapat, dsb.
-       Pernyataan, bahwa agama Islam cukup di masjid saja, tidak perlu dibawa ke luar masjid, baik ke rumah, ke lingkungan masyarakat, maupun ke lingkungan kerja.
- Memilih pemimpin non muslim.
-       Tidak suka menampakkan syiar Islam, contohnya pelarangan dikumandangkan azan, dan pelarangan jilbab.
-       Melanjutkan kegiatan-kegiatan munkar menyerupai konser musik, dangdutan, dan semisalnya padahal azan sudah berkumandang, sehingga bunyi azan dilawan oleh bunyi musik. Mereka yang masih memainkan musik dengan bunyi keras padahal azan telah dikumandangkan terancam oleh firman Allah Ta’ala,
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّخِذَهَا هُزُوًا أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ
“Di antara insan (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak mempunyai kegunaan untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan.” (Qs. Luqman: 6)
-       Tidak suka terhadap pembangunan masjid di wilayahnya, baik di lingkungan masyarakat maupun di lingkungan kerjanya.
-       Mengganti fatwa Islam dengan budaya nenek moyang.
-       Menghidupkan kembali budaya nenek moyang yang bertentangan dengan fatwa Islam, menyerupai menciptakan sesajen, membangun patung di sana-sini, menciptakan bangunan di atas kuburan dan menghiasnya, dsb.
-       Mengganti ucapan Islami dengan ucapan yang tidak Islami, menyerupai ucapan As Salamu alaikum dengan “SAMPURASUN”.
-       Bangga dengan syiar-syiar kekafiran daripada syiar-syiar Islam.
-       Berat atau tidak suka menyebut nama Allah atau menyebut fatwa Islam dalam kesehariannya. Orang yang menyerupai ini dikhawatirkan berat mengucapkan Laailaahaillallah di selesai hayatnya.
-       Meremehkan shalat lima waktu dan shalat berjamaah, dan lebih bahagia meneruskan kegiatannya padahal bunyi azan telah memanggilnya untuk shalat.
-       Tidak suka melihat orang yang berpegang dengan agamanya.
-       Tidak besar hati sebagai seorang muslim.
-       Menolak syariat Islam. 
-       Dsb.
OBAT penyakit ragu-ragu, penyakit salah memandang, dan penyakit-penyakit semisalnya yang membawa kepada penyakit berbahaya “ANTI ISLAM”
Sebelum hingga kepada penyakit berbahaya ini “ANTI ISLAM”, maka hendaknya seseorang mengobati penyakit-penyakit yang sanggup mengantarkan kepadanya.
Berikut obat penyakit di atas secara umum:
Obat pertama, memohon hidayah kepada Allah Azza wa Jalla, dan Dia tidak akan menyia-nyiakan orang yang memohon kepada-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ
"Berdoalah kepada-Ku, pasti akan Kuperkenankan bagimu.” (Qs. Al Mu’min: 60)
Obat kedua, bersikap adil, obyektif atau inshaf dan membuang semua perilaku berat sebelah yang membuatnya tidak bersikap obyektif. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
قُلْ إِنَّمَا أَعِظُكُمْ بِوَاحِدَةٍ أَنْ تَقُومُوا لِلَّهِ مَثْنَى وَفُرَادَى ثُمَّ تَتَفَكَّرُوا
Katakanlah, "Sesungguhnya saya hendak memperingatkan kepadamu satu hal saja, yaitu supaya kau menghadap Allah (dengan adil) berdua-dua atau sendiri-sendiri; kemudian kau berfikir.” (Qs. Saba’: 46)
Obat ketiga, mujahadah (usaha dan harapan mencari kebenaran). Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
“Orang-orang yang bersungguh-sunguh untuk (mencari keridhaan) Kami, Kami benar-benar akan tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar bersama orang-orang yang berbuat baik.” (Qs. Al Ankabut: 69)
Obat keempat, mengfungsikan anggota badan sumbangan Allah yang sanggup dipakai untuk membantu meraih hidayah dan kebenaran, menyerupai akal, pendengaran, dan penglihatan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
إِنَّ فِي ذَلِكَ لَذِكْرَى لِمَنْ كَانَ لَهُ قَلْبٌ أَوْ أَلْقَى السَّمْعَ وَهُوَ شَهِيدٌ
“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai nalar atau yang memakai pendengarannya, sedangkan ia menyaksikannya (dengan matanya).” (Qs. Qaaf: 37)
Adapun secara lebih khusus, obat terhadap penyakit-penyakit yang telah disebutkan sebelumnya yakni sebagai berikut:
Pertama, obat penyakit ragu-ragu dan lemah keyakinan
Obatnya yakni dengan melihat kebenaran Islam. Lihat kebenaran konsep ketuhanan dalam Islam yang sejalan dengan nalar dan fitrah manusia, menyerupai dalam surat Al Ikhlas 1-4 ini,
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ (1) اللَّهُ الصَّمَدُ (2) لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ (3) وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ (4)
Katakanlah, "Dia-lah Allah, yang Maha Esa.--Allah yakni Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.--Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan,--Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia." (QS. Al Ikhlas: 1-4)
Demikian pula lihat kebenaran pernyataan Allah,
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (Qs. Al Hijr: 9)
Ternyata dari semenjak diturunkan hingga kini dan seterusnya, Al Qur’an tetap terpelihara, tidak terjadi penambahan, pengurangan, dan perubahan menyerupai halnya yang terjadi pada kitab-kitab sebelumnya.
Lihat pula kebenaran isu Al Qur’an, contohnya ihwal dikalahkannya banga Romawi oleh bangsa Persia (sebagaimana dalam QS. Ar Ruum: 1-5), kemudian Al Qur’an menyatakan, bahwa sesudah dikalahkan itu, maka bangsa Romawi akan kembali mengalahkan banga Persia, dan ternyata terjadi sesuai dengan yang disampaikan oleh Al Qur’an.
Demikian pula lihat syariat Islam yang bijaksana. Islam memerintahkan kita mempunyai sifat pemaaf, namun tetap memperhatikan semoga kejahatan tetap diberikan eksekusi yang setimpal semoga tidak memunculkan kejahatan yang baru. Islam memerintahkan semoga insan selalu berbuat baik, sekalipun terhadap orang yang pernah berbuat jahat kepadanya. Islam mengajarkan insan semoga mereka banyak beribadah kepada Allah, tetapi jangan menjadi rahib yang melupakan hak diri dan orang lain. Islam juga memerintahkan insan berendah hati, namun tidak melupakan harga diri. Islam memerintahkan insan bersedekah, namun sesudah kebutuhan diri dan orang yang ditanggungnya telah dicukupi. Dan banyak bukti lainnya yang memperlihatkan kebenaran Islam.
Kedua, obat penyakit salah memandang yakni dengan tidak melihat Islam kepada pemeluknya, akan tetapi dengan melihat Islam kepada fatwa dan sumbernya, yaitu Al Qur’an dan As Sunnah. Di sanalah kita akan mendapatkan bahwa fatwa Islam yakni fatwa yang terbaik; yang memerintahkan berakhlak mulia kepada semua pihak, bukan hanya kepada sesama manusia, tetapi kepada Allah, kepada manusia, kepada diri sendiri, kepada hewan, dan lain-lain. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
«اتَّقِ اللَّهِ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ»
“Bertakwalah kepada Allah di mana saja kau berada, iringilah perbuatan jelek dengan perbuatan baik, pasti perbuatan baik itu akan menghapusnya, dan pergaulilah insan dengan adat yang baik.” (Hr. Tirmidzi, dan dihasankan oleh Al Albani)
اِرْحَمُوْا مَنْ فِي الْأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ
“Sayangilah makhluk yang ada di bumi, maka Dzat yang ada di atas langit (Allah) akan menyayangimu.” (Hr. Ahmad, Tirmidzi, dan Hakim, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami no. 3522)
Ketiga, obat penyakit memandang Islam secara tidak utuh yakni dengan memandang Islam secara keseluruhan, tidak hanya memandang kepada jihad -yang disyariatkan ketika terjadi kezaliman dan ketika dakwah dihalangi-, tetapi memandang pula kepada akhlak-akhlak mulia lainnya yang diperintahkan oleh Islam, menyerupai dalam firman Allah berikut ini,
لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآتَى الْمَالَ عَلَى حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ أُولَئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu yakni beriman kepada Allah, hari Akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memperlihatkan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, bawah umur yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (Qs. Al Baqarah: 177)
Keempat, obat terhadap penyakit mendapatkan kabar dusta dan tuduhan terhadap Islam yakni dengan tabayyun (memeriksa kabar itu; apakah benar atau tidak). Allah Subhanahu wa Taala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا
“Wahai orang-orang yang beriman, jikalau tiba kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti.” (Qs. Al Hujurat: 6)
Kelima, obat penyakit jahil (tidak paham) terhadap Islam yakni berguru dan bertanya kepada orang yang mengerti fatwa Islam. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Maka bertanyalah kepada orang-orang yang tahu ketika kau tidak mengetahui.” (Qs. An Nahl: 43)
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
أَلَا سَأَلُوا إِذْ لَمْ يَعْلَمُوا فَإِنَّمَا شِفَاءُ الْعِيِّ السُّؤَالُ
“Tidakkah mereka bertanya ketika mereka tidak tahu? Karena sesungguhnya obat kebodohan yakni bertanya.” (Hr. Abu Dawud, dan dihasankan oleh Al Albani).
Mengenal fatwa Islam secara garis besar
Raja Najasyi pernah bertanya kepada Ja’far bin Abi Thalib radhiyallahu anhu, “Apa tolong-menolong agama yang mengakibatkan kau meninggalkan (agama) kaummu, tidak mau masuk ke dalam agamaku dan tidak juga ke dalam agama yang lain di antara beberapa agama?”
Ja’far menjawab, “Wahai baginda, dahulu kami adalah orang-orang jahiliyah. Kami menyembah berhala, memakan bangkai, mengerjakan perbuatan keji, memutuskan tali silaturrahim, berbuat jahat kepada tetangga dan orang yang besar lengan berkuasa di antara kami menindas yang lemah, dahulu kami menyerupai ini. Lalu Allah mengutus kepada kami seorang rasul dari kalangan kami, kami mengenal nasabnya, kejujurannya, amanahnya dan kesucian dirinya. Dia menyeru kami untuk beribadah kepada Allah; semoga kami mengesakan-Nya dan menyembah hanya kepada-Nya. Dia menyuruh kami meninggalkan sesembahan yang selama ini kami dan nenek moyang kami menyembahnya berupa kerikil dan berhala. Dia menyuruh kami berkata jujur, menunaikan amanah, menyambung tali silaturrahim, berbuat baik kepada tetangga dan menghindarkan diri dari perbuatan haram serta dari menumpahkan darah. Demikian juga melarang kami mengerjakan perbuatan keji, berkata dusta, memakan harta anak yatim, menuduh berzina perempuan yang baik-baik. Demikian juga menyuruh kami beribadah kepada Allah saja dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa…dst (Ja’far menyebutkan sebagian fatwa Islam yang lain). Maka kami membenarkannya, mengimaninya dan mengikuti apa yang dibawanya berupa agama Allah. Kami pun beribadah hanya kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu, kami mengharamkan apa yang diharamkan kepada kami dan menghalalkan yang dihalalkan kepada kami. Namun kaum kami malah memusuhi kami, mereka menghukum kami, menyiksa kami semoga kami keluar dari agama kami kembali menyembah berhala selain Allah Ta’ala, juga semoga kami menghalalkan kembali perbuatan-perbuatan jelek yang pernah kami halalkan. Ketika mereka menindas kami, menzalimi kami dan mempersempit ruang gerak kami serta menghalangi kami menjalankan agama. Kami pun berhijrah ke negeri anda, menentukan anda daripada yang lain, kami lebih bahagia berdampingan dengan anda, serta kami berharap semoga kami tidak dizalimi di hadapan anda wahai baginda.”
Raja Najasyi berkata, “Apakah kau hapal sedikit wahyu yang dibawanya dari sisi Allah?”
“Ya.” Jawab Ja’far.
Raja Najasyi berkata, “Kalau begitu bacakanlah kepadaku!”
Maka Ja’far membacakan kepadanya surat Maryam. Ketika mendengarnya Raja Najasyi pun menangis, hingga membasahi janggutnya. Demikian pula para uskup ikut menangis hingga membasahi kitab-kitab mereka.
Selanjutnya Raja Najasyi berkata, “Sesungguhnya kata-kata ini dengan yang dibawa Isa benar-benar keluar dari sumber yang sama.”
Selang beberapa waktu Raja Najasyi pun masuk Islam, dan ketika ia meninggal dunia, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya melaksanakan shalat ghaib di Madinah.
Demikianlah citra singkat fatwa Islam sebagaimana yang disampaikan Ja’far bin Abi Thalib radhiyallahu anhu.
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa alihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji’: Mausu’ah Haditsiyyah Mushaghgharah (Markaz Nurul Islam Li Abhatsil Qur’an was Sunnah), Maktabah Syamilah versi 3.45, dll.

0 Response to "Fenomena Anti Islam"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel