-->

Tanda-tanda orang yang menyayangi Allah dan dicintai oleh Allah


Perbedaan di antara Imam Mazhab yang empat semata-mata dikarenakan terbentuk setelah adanya furu’ (cabang), sementara furu’ tersebut ada disebabkan adanya sifat zanni dalam nash. Oleh karena itu, pada sisi zanni inilah kebenaran mampu menjadi banyak (relatif), mutaghayirat disebabkan efek bias dalil yang ada. Boleh Makara nash yang dipakai sama, namun Cara pengambilan kesimpulannya berbeda.Jadi perbedaan pendapat di antara Imam Mazhab yang empat tidak dapat dikatakan pendapat yang satu lebih besar lengan berkuasa (arjah atau tarjih) dari pendapat yang lainnya atau bahkan yang lebih ekstrim mereka yang mengatakan pendapat yang satu yang benar dan yang lain salah.

Perbedaan pendapat di antara Imam Mazhab yang empat yang dimaksud dengan “perbedaan adalah rahmat”. Sedangkan perbedaan pendapat di antara bukan mahir istidlal ialah kesalahpahaman semata yang dapat menyesatkan orang banyak.

Jadi hal yang harus diperhatikan bahwa mazhab yang diikuti ialah apa yang disampaikan oleh seseorang yang berkompetensi sebagai Imam Mujtahid Mutlak
bila yang diikuti yaitu mazhab yang mudawwan atau mazhab yang tidak menyesatkan maka akan memperoleh hasil 10 atau muslim yang ihsan atau muslim yang berakhlakul karimah atau orang-orang yang diridhoiNya sebagaimana pola yang telah disampaikan dalam goresan pena pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/…/25/orang-yang-diridhoi…/
 
Tujuan beragama adalah menjadi muslim yang ihsan atau muslim yang berakhlakul karimah
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “Sesungguhnya saya diutus (Allah) untuk menyempurnakan adab.” (HR Ahmad)
Firman Allah ta’ala yang artinya,
“Sungguh dalam dirimu terdapat budbahasa yang mulia”. (QS Al-Qalam:4)
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”. (QS Al-Ahzab:21)
kemudian dia bertanya lagi, ‘Wahai Rasulullah, apakah ihsan itu? ‘ beliau menjawab, ‘Kamu takut (khasyyah) kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya (bermakrifat), maka bila kamu tidak melihat-Nya (bermakrifat) maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR Muslim 11)

Firman Allah ta’ala yang artinya “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama” (QS Al Faathir [35]:28)
Muslim yang takut kepada Allah karena mereka selalu yakin diawasi oleh Allah Azza wa Jalla atau mereka yang selalu menyaksikan Allah dengan hatinya (ain bashiroh), setiap akan bersikap atau berbuat sehingga mencegah dirinya dari melaksanakan sesuatu yang dibenciNya , menghindari perbuatan maksiat, menghindari perbuatan keji dan mungkar sehingga terbentuklah muslim yang berakhlakul karimah atau muslim yang sholeh atau muslim yang ihsan.
Muslim yang memandang Allah ta’ala dengan hati (ain bashiroh) atau muslim yang bermakrifat adalah muslim yang selalu meyakini kehadiranNya, selalu sadar dan ingat kepadaNya.

Imam Qusyairi mengatakan “Asy-Syahid untuk menunjukkan sesuatu yang hadir dalam hati, yaitu sesuatu yang membuatnya selalu sadar dan ingat, sehingga seakan-akan pemilik hati tersebut senantiasa melihat dan menyaksikan-Nya, sekalipun Dia tidak tampak. Setiap apa yang membuat ingatannya menguasai hati seseorang maka dia adalah seorang syahid (penyaksi)”
Ubadah bin as-shamit ra. berkata, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berkata: “Seutama-utama iman seseorang, kalau ia telah mengetahui (menyaksikan) bahwa Allah selalu bersamanya, di mana pun ia berada“
Rasulullah shallallahu alaihi wasallm bersabda “Iman paling afdol ialah apabila kamu mengetahui bahwa Allah selalu menyertaimu dimanapun kamu berada“. (HR. Ath Thobari)

Imam Sayyidina Ali r.a. pernah ditanya oleh seorang sahabatnya berjulukan Zi’lib Al-Yamani, “Apakah Anda pernah melihat yang kuasa?” beliau menjawab, “Bagaimana saya menyembah yang tidak pernah saya lihat?” “Bagaimana Anda melihat-Nya?” tanyanya kembali. Sayyidina Ali ra menjawab “Dia tak mampu dilihat oleh mata dengan pandangan insan yang kasat, tetapi bisa dilihat oleh hati”
Sebuah riwayat dari Ja’far bin Muhammad beliau ditanya: “Apakah engkau melihat dewamu ketika engkau menyembah-Nya?” Beliau menjawab: “Saya telah melihat tuhan, gres saya sembah”. “Bagaimana anda melihat-Nya?” dia menjawab: “Tidak dilihat dengan mata yang memandang, tapi dilihat dengan hati yang penuh iktikad.”
Buya Hamka penulis buku “Tasawuf Modern” setelah mengikuti Tarekat Qodiriyah Naqsabandiyah pernah berujar di Pesantren Suryalaya Tasikmalaya bahwa dirinya bukanlah Hamka, tetapi “Hampa” sebagaimana yang dituturkan oleh Dr Sri Mulyati MA, Dosen Pascasarjana , pengajar tasawwuf UIN Syarif Hidayatullah
“Dirinya bukanlah Hamka tetapi “hampa” ialah ungkapan penyaksian Allah ta’ala dengan hati (ain bashiroh) atau bermakrifat ialah membenarkan dan menyaksikan bahwa selain Allah ta’ala adalah tiada. Selain Allah ta’ala adalah tiada apa apanya. Selain Allah ta’ala ialah bergantung padaNya.
Dalam sebuah wawancara dengan Dr. Sri Mulyati, MA (Dosen Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) , dia mengatakan bahwa untuk dapat melihat Allah dengan hati sebagaimana kaum sufi, tahapan pertama yang harus dilewati ialah Takhalli, mengosongkan diri dari segala yang tidak baik, gres kemudian sampai pada apa yang disebut Tahalli, harus benar-benar mengisi kebaikan, berikutnya ialah Tajalli, benar-benar mengetahui belakang layar Tuhan. Dan ini adalah bentuk manifestasi dari diam-diam-rahasia yang diperlihatkan kepada hamba-Nya. Boleh Kaprikornus mereka sudah Takhalli tapi sudah ditunjukkan oleh Allah kepada yang ia kehendaki.

Allah Azza wa Jalla berfirman yang artinya
“Allah menganugerahkan al pesan tersirat (pemahaman yang dalam ihwal Al Qur’an dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi nasihat, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya Ulil Albab yang mampu mengambil pelajaran (dari firman Allah)“. (QS Al Baqarah [2]:269 )
“Dan tidak mampu mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan Ulil Albab” (QS Ali Imron [3]:7 )
Ulil albab dengan ciri utamanya sebagaiman firmanNya yang artinya
“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan ihwal penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya dewa kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka” (QS Ali Imran [3] : 191)

“Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan” (pilihan haq atau bathil) (QS Al Balad [90]:10)
“maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya“. (QS As Syams [91]:8 )
Wabishah bin Ma’bad r.a. berkata: Saya tiba kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ia bersabda, “Apakah engkau datang untuk bertanya ihwal kebaikan?” Saya menjawab, “Benar.”Beliau bersabda, “Mintalah anutan kepada hatimu sendiri. Kebaikan ialah apa-apa yang menenteramkan jiwa dan hati, sedangkan dosa yaitu apa-apa yang mengusik jiwa dan mencurigai hati, meskipun orang-orang memberi ajaran yang membenarkanmu.” (hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hambal dan Imam Ad-Darami dengan sanad hasan)

Tidak semua manusia dapat menggunakan hatinya
Orang kafir itu tertutup dari cahaya hidayah oleh kegelapan sesat.
hebat maksiat tertutup dari cahaya taqwa oleh kegelapan alpa
mahir Ibadah tertutup dari cahaya taufiq dan derma Allah Ta’ala oleh kegelapan memandang ibadahnya

Siapa yang memandang pada gerak dan perbuatannya ketika taat kepada Allah ta’ala, pada saat yang sama ia telah terhalang (terhijab) dari Sang Empunya Gerak dan Perbuatan, dan ia Makara merugi besar.
Siapa yang memandang Sang Empunya Gerak dan Tindakan, ia akan terhalang (terhijab) dari memandang gerak dan perbuatannya sendiri, sebab ketika ia melihat kelemahannya dalam mewujudkan tindakan dan menyempurnakannya, ia telah tenggelam dalam anugerahNya.

Setiap dosa merupakan bintik hitam hati, sedangkan setiap kebaikan adalah bintik cahaya pada hati Ketika bintik hitam memenuhi hati sehingga terhalang (terhijab) dari memandang Allah. Inilah yang dinamakan buta mata hati.
Firman Allah ta’ala yang artinya,
shummun bukmun ‘umyun fahum laa yarji’uuna , “mereka tuli, bisu dan buta (tidak dapat mendapat kebenaran), maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar)” (QS Al BAqarah [2]:18)
shummun bukmun ‘umyun fahum laa ya’qiluuna , “mereka tuli (tidak dapat mendapat panggilan/seruan), bisu dan buta, maka (oleh alasannya adalah itu) mereka tidak mengerti. (QS Al Baqarah [2]:171)
“maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, kemudian mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka mampu memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? karena bekerjsama bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.” (al Hajj 22 : 46)
“Dan barangsiapa yang buta (hatinya) di dunia ini, pasti di akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar).” (QS Al Isra 17 : 72)

Para ulama tasawuf atau kaum sufi mengatakan bahwa hijab itu meliputi antara lain nafsu hijab, dosa hijab, hubbub al-dunya hijab, Cara pandang terhadap fiqh yang terlalu formalistik juga hijab, terjebaknya orang dalam kenikmatan ladzatul ‘ibadah, sampai karomah juga mampu menjadi hijab, dll. Salah satu bentuk nafsu hijab terbesar itu justru kesombongan, lantaran sombong itu, membuat, insan hanya melihat dirinya. Kita bisa bayangkan, kalau keadaan batin itu hanya melihat dirinya sendiri, orang lain tidak kelihatan, bagaimana dia mampu menyaksikan Allah dengan hatinya (ain bashiroh).
Rasulullah bersabda: “Kesombongan yaitu menolak kebenaran dan menganggap remeh orang lain.” (Shahih, HR. Muslim no. 91 dari hadits Abdullah bin Mas’ud)

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda , “Tiada masuk nirwana orang yang dalam hatinya terdapat sebesar biji sawi dari kesombongan. kesombongan adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia” (HR. Muslim)
Dalam sebuah hadits qudsi , Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda , “Allah berfirman, Keagungan adalah sarungKu dan kesombongan adalah pakaianKu. Barangsiapa merebutnya (dari aku) maka aku menyiksanya”. (HR. Muslim)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Kemuliaan yaitu sarung-Nya dan kesombongan adalah selendang-Nya. Barang siapa menentang-Ku, maka aku akan mengadzabnya.” (HR Muslim)

Seorang lelaki bertanya pada Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam “Musllim yang bagaimana yang paling baik?” “Ketika orang lain tidak (terancam) disakiti oleh tangan dan lisannya” Jawab Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam.
Rasulullah shallallahu aliahi wasallam bersabda “Tiada lurus iman seorang hamba sehingga lurus hatinya, dan tiada lurus hatinya sehingga lurus lidahnya“. (HR. Ahmad)

Sayyidina Umar ra menasehatkan, “Jangan pernah tertipu oleh teriakan seseorang (dakwah bersuara / bernada keras). Tapi akuilah orang yang menyampaikan amanah dan tidak menyakiti orang lain dengan tangan dan lidahnya“

Sayyidina Umar ra juga menasehatkan “Orang yang tidak memiliki tiga perkara berikut, berarti kepercayaannya belum bermanfaat. Tiga kasus tersebut yaitu santun ketika mengingatkan orang lain; wara yang menjauhkannya dari hal-hal yang haram / terlarang; dan budpekerti mulia dalam bermasyarakat (bergaul)“.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah memperingatkan akan bermuncululan orang-orang yang bertambah ilmunya namun semakin jauh dari Allah karena tidak bertambah hidayahnya.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang bertambah ilmunya tapi tidak bertambah hidayahnya, maka dia tidak bertambah erat kepada Allah melainkan bertambah jauh“

Sungguh celaka orang yang tidak arif. Sungguh celaka orang yang bederma tanpa ilmu Sungguh celaka orang yang pandai tetapi tidak bersedekah Sungguh celaka orang yang berakal dan beramal tetapi tidak menjadikannya muslim yang berakhlak baik atau muslim yang ihsan.

Urutannya adalah ilmu, amal, budpekerti (ihsan)
Ilmu harus dikawal hidayah. Tanpa hidayah, seseorang yang berilmu menjadi sombong dan semakin jauh dari Allah ta’ala. Sebaliknya seorang ahli ilmu (ulama) yang mendapat hidayah (karunia nasihat) maka hubungannya dengan Allah Azza wa Jalla semakin akrab sehingga meraih maqom (derajat) disisiNya dan dibuktikan dengan mampu menyaksikanNya dengan hati (ain bashiroh).
Sebagaimana diperibahasakan oleh orang renta kita dahulu bagaikan padi semakin berisi semakin merunduk, semakin berakal dan berinfak maka semakin tawadhu, rendah hati dan tidak sombong.

pola orang-orang di zaman Rasulullah yang bertambah ilmu dan amalnya namun semakin jauh dari Allah yaitu orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah penduduk Najed dari bani Tamim.
Dalam syarah Shahih Muslim, Jilid. 17, No.171 diriwayatkan Khalid bin Walīd ra bertanya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam perihal orang-orang seperti Dzul Khuwaisarah penduduk Najed dari bani Tamim yang menampakkan amalnya namun berakhlak buruk dengan pertanyaan, “Wahai Rasulullah, orang ini mempunyai semua bekas dari ibadah-ibadah sunnahnya: matanya merah lantaran banyak menangis, wajahnya memiliki dua garis di atas pipinya bekas airmata yang selalu mengalir, kakinya benjol lantaran lama bangun sepanjang malam (tahajjud) dan janggut mereka pun lebat”

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menjawab : camkan makna ayat ini : qul in’kuntum tuhib’būnallāh fattabi’unī – Katakanlah: “Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, pasti Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. lantaran Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”
Khalid bin Walid bertanya, “Bagaimana Caranya ya Rasulullah ? ”
Nabi shallallahu alaihi wasallam menjawab, “Jadilah orang yang ramah seperti saya, bersikaplah penuh kasih, cintai orang-orang miskin dan papa, bersikaplah lemah-lembut, penuh perhatian dan cintai saudara-saudaramu dan Kaprikornuslah pelindung bagi mereka.”

Indikator atau ciri-ciri atau tanda-tanda orang yang menyayangi Allah dan dicintai oleh Allah sehingga menjadi wali Allah (kekasih Allah) yaitu sebagaimana yang disampaikan dalam firmanNya dalam (QS Al Maidah [5]:44)
1. Bersikap lemah lembut terhadap sesama muslim
2. Bersikap keras (tegas / berpendirian) terhadap orang-orang kafir
3. Berjihad di jalan Allah, bergembira dalam menjalankan kewajibanNya dan menjauhi laranganNya
4. Tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela.

0 Response to "Tanda-tanda orang yang menyayangi Allah dan dicintai oleh Allah"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel