-->

Dakwah Ahlul Bait Nabi SAW bag. I

Peradaban Arab

Menurut Muhammad bin Ahmad al-Syatri dalam kitabnya Adwar al-Tarikh al-Hadrami, bangsa Arab terbagi menjadi tiga golongan : al-Ba’idah yaitu bangsa Arab terdahulu dan kabar berita wacana mereka telah terputus karena sudah terlalu lama, al-’Aribah yaitu orang-orang Arab Yaman keturunan Qahthan, al-Musta’ribahyaitu keturunan Nabi Ismail as (Adnaniyah). lantaran golongan yang pertama sudah tidak ada lagi maka para jago sejarah hanya mengkaji golongan yang kedua dan ketiga, yaitu bani Qahthan dan bani Ismail. Bani Ismail as adalah keturunan dari Nabi Ismail as anak Nabi Ibrahim as yang mula-mula berdiam di kota Ur yang merupakan kota di Babylonia. Nabi Ibrahim as meninggalkan kota Ur dan berpindah ke Palestina.


Setelah Nabi Ibrahim as memiliki anak dari Siti Hajar yang bernama Ismail as, mereka pindah ke Hijaz tepatnya di Wadi Mekkah. Nabi Ismail as memiliki putera sebanyak dua belas orang, masing-masing mempunyai keturunan.
Tetapi kemudian keturunan mereka terputus, hanya keturunan Adnan-lah yang berkembang biak,
sebab itu bani Ismail ini dinamai juga bani Adnan. Sedangkan Bani Qahthan menurunkan suku Tajib dan Sodaf. Bani Qahthan berasal dari Mesopotamia dan kemudian pindah ke negeri Yaman. Penduduk orisinil Yaman adalah kaum ‘Ad yang kepada mereka diutus Nabi Hud as. Mereka dibinasakan oleh Allah swt dengan menurunkan angin yang amat keras. Kaum ‘Ad yang dibinasakan ini disebut kaum ‘Ad pertama, sedangkan kaum ‘Ad yang masih mengikuti Nabi Hud as disebut kaum ‘Ad kedua. sesudah Nabi Ibrahim mendirikan Baitullah di Mekkah, jadilah kota Mekkah itu kota yang paling masyhur di tanah Hijaz, dan berdatanganlah orang dari segenap penjuru jazirah Arab ke Mekkah untuk naik haji dan ziarah ke Baitullah.

Karena itu lama kelamaan kota Mekkah menjadi pusat perniagaan. Pertama kali kota Mekkah dipegang oleh bani Adnan, karena itu bani Adnanlah yang memelihara dan menjaga Ka’bah. sesudah runtuhnya kerajaan Sabaiah, maka berpindahlah satu suku yang berjulukan Khuza’ah dari Yaman ke Mekkah dan mereka merampas kota Mekkah dari tangan bani Adnan. Dengan demikian berpindahlah penjagaan Baitullah dari bani Adnan kepada bani Khuza’ah. Di kemudian hari, dari suku Quraisy terdapat seorang pemimpin yang besar lengan berkuasa dan cerdas, namanya Qushai. Qushai ini beruntung mampu merebut kunci Ka’bah dari bani Khuza’ah dan kemudian mengusir bani Khuza’ah itu dari Mekkah. Maka jatuhlah kembali kekuasaan di Mekkah ke tangan bani Adnan. Kemudian Qushai diangkat menjadi raja yang di tangannya terhimpun kekuasaan keagamaan dan keduniaan. sesudah Qushai meninggal kekuasaan tersebut dipegang oleh keturunannya yang bernama Abdi Manaf. Abdu Manaf memiliki empat anak: Abdu Syams, Naufal, al-Muththalib dan Hasyim. Hasyim ialah keluarga yang dipilih oleh Allah yang diantaranya muncul Muhammad bin Abdullah bin Abdul-Muththalib bin Hasyim. 

Rasulullah saw pernah bersabda,
“Sesungguhnya Allah telah memilih Isma’il dari anak keturunan Ibrahim, memilih Kinanah dari anak keturunan Isma’il, menentukan Quraisy dari anak keturunan Bani Kinanah, menentukan Bani Hasyim dari keturunan Quraisy dan menentukanku dari keturunan Bani Hasyim“.
(H.R. Muslim dan at-Turmudzy).
Dari al-’Abbas bin Abdul Muththalib, dia berkata, Rasulullah saw bersabda :
“Sesungguhnya Allah membuat makhluk, kemudian Dia menjadikanku dan sebaik-baik golongan mereka dan sebaik-baik dua golongan, kemudian menentukan beberapa kabilah, lalu menjadikanku diantara sebaik-baik kabilah, kemudian memilih beberapa keluarga Ialu menjadikanku diantara sebaik-baik keluarga mereka, maka aku yaitu sebaik-baik jiwa diantara mereka dan sebaik-baik keluarga diantara mereka”. (Diriwayatkan oleh at-Turmudzy).

Ahlul Bait Nabi SAW 

"Sesungguhnya saya tinggalkan kepada kalian yang jika kalian berpegang teguh kepadanya tidaklah akan sesat sepeninggalan ku : Kitabullah sebagai tali yang terentang dari langit hingga ke bumi dan keturunan ku (Ahlul Bait ku), dua duanya tidak akan terpisah hingga kembali kepada ku di Haudh (surga), perhatikanlah 2 hal itu dalam kalian meneruskan kepemimpinan ku."
(H.R Bukhari dan Muslim. H.R Imam Ahmad dari Za'id bin Tsabit. H.R Turmudzy) 

Siti Fathimah ra memiliki tiga orang putra Al Hasan, Al Husein dan Muhsin serta dua orang putri Ummu Kalsum dan Zainab. Ummu Kalsum ra kawin dengan Sayyidina Umar Ibnul Khattab ra dan Zainab ra kawin dengan Abdulloh bin Ja’far bin Abi Tholib ra. Sedang Muhsin wafat pada usia masih kecil (kanak-kanak). Sebagai tokoh-tokoh Ahlul Bait yang meneruskan keturunan Rosululloh Saw. Diantara keistimewaan atau fadhel Ikhtishos yang didapat oleh Siti Fathimah ra ialah, bahwa keturunannya atau Durriyyahnya itu disebut sebagai Dzurriyyah Rasulillah Saw atau Dzurriyyaturrasul. Hal mana sesuai dengan keterangan Rasulullah saw, bahwa anak-anak Fathimah ra itu bernasab kepada ia saw. Sehingga berbeda dengan orang-orang lain yang bernasab kepada ayahnya.

Rasulullah Saw bersabda:
“Semua bani Untsa (manusia) memiliki ikatan keturunan ke ayahnya, kecuali bawah umur Fathimah, maka kepadakulah bersambung ikatan keturunan mereka dan akulah ayah-ayah mereka.” (HR. At Tobroni)

Imam Suyuti dalam kitab Al-Jami’ As-Shoghir juz 2 halaman 92 menerangkan, bahwa Rasulullah saw pernah bersabda:
“Semua Bani Adam (manusia) mempunyai ikatan keturunan dari ayah, kecuali bawah umur Fathimah, maka sayalah ayah mereka dan sayalah Asobah mereka (ikatan keturunan mereka).” (HR. At Tobroni dan bubuk Ya’la)

Begitu pula Syech Muhammad Abduh dalam tafsir Al Manar menerangkan, bahwa Rasulullah saw pernah bersabda:
“Semua anak Adam (manusia) bernasab (ikatan keturunan) keayahnya, kecuali belum dewasa Fathimah, maka akulah ayah mereka dan sayalah yang menurunkan mereka.”

Itulah karenanya, mengapa keturunan Siti Fathimah ra disebut Dzurriyyaturrasul atau keturunan Rasulullah SAW. Dan Dzurriyyaturrasul yang lebih banyak didominasi masih lurus tentu lebih pantas diikuti dari pada Waladussyaikh Muhamamd bin Abdul Wahhab.Keistimewaan yang lain dari keturunan Siti Fathimah ra ialah disamping mereka itu disebut sebagai Dzurriyyaturrasul, mereka itu menurut Rasulullah Saw akan terus bersambung hingga hari kiamat. Dimana semua keturunan menurut Rasulullah Saw akan putus.
Dalam hal ini Rasulullah saw pernah bersabda:“ Semua sebab dan nasab putus pada hari akhir zaman, kecuali alasannya dan nasabku.” (HR. At Tobroni, Al Hakim dan Al Baihaqi).

Pada suatu ketika, Sayyidina Umar ra datang kepada Imam Ali kw dengan tujuan akan melamar putrinya yang berjulukan Ummu Kultsum ra.
Setelah Sayyidina Umar ra menyampaikan maksudnya, Imam Ali kw menjawab bahwa anaknya itu masih kecil. Selanjutnya Imam Ali kw menyarankan agar Sayyidina Umar ra melamar putri saudaranya (Ja’far) yang sudah besar.
Mendengar jawaban dan saran tersebut Sayyidina Umar ra menjawab, bahwa dia melamar putrinya, lantaran dia pernah mendengar Rasulullah saw bersabda:
“Semua karena dan nasab terputus pada hari kiamat, kecuali alasannya yaitu dan nasabku.” (HR. At tobroni) risikonya usangran Sayyidina Umar ra tersebut diterima oleh Imam Ali kw dan dari perkawinan mereka tersebut, lahirlah Zeid dan Ruqayyah. Perkawinan tersebut pertanda bahwa antara Imam Ali kw / Siti Fathimah ra dengan Sayyidina Umar ra telah terjalin kekerabatan yang sangat baik. sebab apabila ada permusuhan antara Imam Ali kw / Siti Fathimah ra dengan Sayyidina Umar ra, pasti usangran tersebut akan ditolak. Sayyidina Umar ra ketika mengawini Ummu Kultsum ra itu berkata kepada orang banyak: “Tidakkah kalian mengucapkan selamat kepadaku, sebab saya pernah mendengar Rasulullah Saw bersabda: “Setiap sebab dan nasab terputus pada hari kiamat, kecuali sebab dan nasabku.” (HR. At Tobroni).
Dengan demikian tidak benar jikalau ada orang yang mengatakan bahwa keturunan Rasulullah Saw atau Dzurriyyaturrasul itu sudah putus atau tidak ada lagi. karena pendapat tersebut sangat bertentangan dengan keterangan-keterangan Rasulullah saw, yang diakui kebenarannya oleh para ulama dan para jago sejarah. sebenarnya kami tidak merasa heran dengan adanya orang-orang yang berfaham demikian itu, alasannya di zaman Rasulullah Saw dulu, sudah ada orang-orang yang mengatakan semacam itu. Hal mana lantaran kebencian mereka kepada Rasulullah saw. Orang-orang sekarang yang berpendapat semacam itu, lantaran minimnya pengetahuan mereka akan sejarah Ahlul Bait atau lantaran adanya rasa iri hati (hasad) kepada orang-orang yang mendapat nikmat yang tidak ternilai sebagai Dhuriyyaturrasul. Padahal Fadhel Ikhtishos tersebut datangnya dari Allah SWT. Allah berfirman:“Adakah mereka merasa iri hati terhadap orang-orang yang telah diberi karunia (fadhel) oleh Allah.” (QS.An Nisa:54)Mereka tidak sadar bahwa balasan dari faham yang demikian itu justru merugikan dirinya sendiri. sebab faham tersebut apabila dijabarkan berarti menolak NASH yang disampaikan oleh Allah SWT.  

Dibawah ini kami nukilkan aliran dari seorang ulama besar dan Mufti resmi kerajaan Saudi Arabia yang bermadzab Wahabi, yaitu Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, yang dimuat dalam majalah “AL MADINAH” halaman 9 Nomor 5692, tanggal 7 Muharram 1402 H/ 24 Oktober 1982. Seorang dari Iraq menanyakan kepada ia mengenai kebenaran golongan yang mengaku sebagai SAYYID atau sebagai anak cucu keturunan Rasulullah saw.
Jawab Syeikh Abdul Aziz bin Baz : “Orang-orang seperti mereka itu terdapat diberbagai tempat dan negara. Mereka juga dikenal dengan gelar sebagai “SYARIF”. Sebagaimana yang dikatakan oleh orang-orang yang mengetahui, mereka itu berasal dari keturunan Ahlu Baiti Rasulullah saw. Diantara mereka ada yang silsilahnya berasal dari Al Hasan ra dan ada yang berasal dari Al-Husin ra. Ada yang dikenal dengan gelar Sayyid dan ada juga yang dikenal dengan gelar Syarif.” Hal itu merupakan kenyataan yang diketahui umum di Yaman dan negeri-negeri lain. Adapun mengenai menghormati mereka, mengakui keutamaan mereka dan memberikan kepada mereka apa yang telah menjadi hak mereka, maka semua itu ialah merupakan perbuatan yang baik.  Dalam sebuah hadits Rosulullah saw berulang-ulang mewanti-wanti: “Kalian kuingatkan kepada Allah akan jago Baitku…Kalian kuingatkan kepada Allah akan mahir Baitku…Kalian kuingatkan kepada Allah akan Ahli Baitku!” Demikian sebagian dari pedoman Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz mengenai masih adanya keturunan Rosulullah saw.

Kemudian berikut  keterangan Al Allamah DR. Muhammad Abdul Yamani, seorang hebat sejarah Ahlul Bait. beliau yaitu mantan menteri penerangan kerajaan Saudi Arabia. Karya-karya beliau sangat banyak dan dikenal didunia Islam. Dalam bukunya yang berjudul “Allimu Awladakum Mahabbata Ahlu Baitinnabi ” (Ajarkan belum dewasamu agar mengasihi ahli Bait Nabi), halaman 30, cetakan Ke 2, ketika ia membahas mengenai Sayyid dan Syarif, beliau menulis sebagai berikut: Kesimpulannya ialah, Sayyid dan Syarif adalah keturunan Fathimah Az Zahra ra dan Sayyidina Ali bin Abi Tholib karramallahu wajhah. Tidak ada beda antara kedua gelar dari segi nasab dan kemuliaan hubungan dengan Sayyidina Rosulullah saw. Mereka semua berasal dari keturunan Rasulullah saw dan patut dihargai, dihormati dan dicintai demi mematuhi perintah Allah Azza wa Jalla: “Katakanlah (hai Muhammad), saya tidak minta upah kepada kalian atas seruanKu, kecuali mencintai kerabat(ku).” (QS. Asy-Syura: 23)

Dalam kitab Hilyatul Awliya’, jilid 3 halaman 201 disebutkan: Jabir Al-Anshari berkata: Pada suatu hari orang badui tiba kepada Nabi saw, kemudian ia berkata: Wahai Muhammad, jelaskan kepadaku wacana Islam! Lalu Rasulullah saw bersabda: “Bersaksilah kamu sesungguhnya tiada tuhan kecuali Allah Yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi-Nya, dan sesungguhnya Muhammad ialah hamba-Nya dan utusan-Nya.” Kemudian orang badui itu bertanya: Apakah dalam hal ini (dakwah ini) kau meminta upah padaku? Rasulullah saw menjawab: “Tidak, kecuali kecintaan kepada keluargaku.” Selanjutnya orang badui itu berkata: Sekarang aku berbaiat kepadamu, dan semoga Allah melaknat orang yang tidak mencintaimu dan keluargamu. Rasulullah saw menjawab: “Amin.”
Dalam tafsir Ad-Durrul Mantsur oleh Jalaluddin As-Suyuthi, wacana ayat ini:
As-Suyuthi mengutip hadis yang bersumber dari Ibnu Abbas, ia berkata: Ketika ayat ini (Asy-Syura: 23) turun, para teman bertanya: Ya Rasulallah, siapakah dari keluargamu yang wajib dicintai oleh kami? Rasulullah saw menjawab: “Ali, Fatimah, Hasan dan Husein.” Ibnu Abbas berkata, ketika ayat ini turun Rasulullah saw bersabda: “Hendaknya kalian menjagaku dengan menjaga Ahlul baitku dan menyayangi mereka.”


DR. Muhammad Hasan Al-Aydrus ( Professor of History at United Arab Emirate University) mengatakan :
Nasab para syarif/sayyid di Hadramaut berpangkal pada Imam Ahmad bin Isa bin Muhammad bin Ali Al-Uraidhy bin Ja’far Al-Shadiq, cucu Imam Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah SAW dan pemimpin para pemuda mahir nirwana.
Imam Husein bin Ali
Dari Ya’la bin Murrah berkata ia: Telah bersabda SAW:
"Husein dariku dan saya dari Husein. Allah SWT. menyayangi orang yang mengasihi Husein. Husein ialah cucu dari para cucu"

Berkata Al-Imam Al-Akbar Dr. Abdul Halim Mahmud Syekh Al-Azhar University:
"Sesungguhnya nasab Sayyidina Husein RA. Hampir saja terputus seandainya bukan lantaran anugerah Allah SWT. Anugrah Allah inilah yang mengekalkan keturunannya. Pada mereka terdapat keharuman Rasulullah SAW. Pada mereka juga terdapat orang-orang yang akhlaknya pemurah, berani, dan hati yang penuh dengan keimanan serta ruh yang selalu memandang ke atas, tidak disibukkan oleh dunia dengan segala perhiasannya yang membuatnya menjadi kekal di dunia dan menuruti hawa nafsunya.

Tidak sekali-kali tidak, sesungguhnya jiwa mereka dihiasi teladan yang tinggi dan baka disertai kepahlawanan dalam bentuknya yang terbaik dan bersama kebenaran dimanapun berada. Sesungguhnya jiwa mereka seumpama orang yang membantu orang berjuang di jalan kebaikan, yaitu di jalan Allah"

Sayyidina Husein sungguh telah memasuki suatu pertempuran menentang orang yang bathil dan menerima syahidnya di sana. Peretempuran ini banyak mengalirkan darah orang-orang yang bersamanya, sedangkan sisanya ditawan. Ahlul bayt telah digiring sebagai tawanan. Tidak tersisa keturunan Husein yang laki-laki setelah pertempuran ini kecuali Ali bin Al-Husein RA yang diberi laqab (gelar) Zainal Abidin (hiasan para andal ibadah). 




Riwayat singkat

Sayyidina Hasan Bin Ali Bin Abi Thalib ra.
Sayyidina Hasan bin Ali bin abi Thalib ra, bersama adiknya Sayyidina Husein bin Ali bin abi Thalib ra ialah cucu dan buah hati Baginda Rasulullah saw dari putri tercinta dia saw, yaitu Siti Fathimah az zahra ra. Sayyidina Hasan ra, yang dilahirkan di Kota Madinah pada tanggal 15 Ramadhan tahun 3 Hijriah, merupakan cucu pertama baginda Nabi saw. Putra Imam Ali karamallahu wajhah ini sangat menyerupai dengan Rasulullah saw. Namun kebersamaan Rasulullah saw bersama Al Hasan dan saudara Al Husein tidak berlangsung usang, lantaran ketika Al Hasan masih berumur 7 tahun, Rasulullah saw meninggal dunia.

Kesedihan yang dirasakan oleh Siti Fathimah ra dan Imam Ali karamallahu wajhah atas wafatnya Rasulullah saw, juga dirasakan oleh Al Hasan. Maklum beliau sangat bersahabat dengan datuknya. Namun tidak lama kemudian, kira-kira enam bulan setelah Rosululloh SAW wafat, ibu tercintanya yaitu Siti Fathimah ra. meninggal dunia.

Sayyidina Hasan ra memegang tampuk pemerintahan setelah ayahnya (Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra) wafat syahid terbunuh dipukul dengan pedang oleh Abdurahman bin Muljam, berdasarkan pembai’atan yang dilakukan oleh penduduk Kota Kufah. dia memerintah selama enam bulan dan beberapa hari, sebagai pemimpin yang benar, adil dan jujur.

Beliau (Sayyidna Hasan ra) membuat perjanjian damai dengan pemberontak Mu’awiyyah. Dengan terjadinya penyerahan kekuasaan dari Sayyidina Hasan ra ke Muawiyah yang terjadi pada pertengahan bulan Jumadil Awal tahun 41 Hijriyah, maka kekhalifahan selanjutnya dipegang oleh sahabat Muawiyah. Usia Muawiyah saat itu 66 tahun, sedang usia Sayyidina Hasan ialah 38 tahun. Dalam sejarah Islam, tahun dimana terjadi perdamaian antara Sayyidina Hasan ra dan Muawiyah ini, disebut ‘Aamul Jama’ah, karena pada saat itu kaum muslimin bersatu dibawah satu komando.

Selanjutnya beliau (Sayyidina Hasan ra) dan seluruh keluarganya segara meninggalkan Kufah dan kembali menetap di Madinah. Hampir 10 tahun Sayyidina Hasan ra tinggal di Madinah, dan waktunya banyak ia habiskan dalam beribadah dan mengamalkan ilmunya. Apabila ia simpulan sholat subuh, dia selalu mampir ketempat istri istri Rasulullah saw. Dan terkadang memberi mereka hadiah. Namun apabila dia simpulan sholat dhohor, dia tetap duduk di Mas’jid mengajar, dan terkadang menambah ilmu dari para teman Rasulullah saw yang masih ada. Akhirnya, pada tanggal 28 Shafar tahun 50 Hijriyah, Sayyidina Hasan ra berpulang ke rahmatullah dalam usia 47 tahun dan dimakamkan di pemakaman umum Baqi’. Dalam kitab Al-Ishaabah, Al-Waqidi bercerita: “Pada hari (penguburan Sayyidina Hasan ra) orang-orang yang menghadirinya sangat banyak. Sekiranya jarum dilemparkan di atas mereka, niscaya jarum tersebut akan jatuh di atas kepala mereka dan tidak akan menyentuh tanah.”

Mengenai kematian Sayyidina Hasan ra ini, para hebat sejarah mengatakan, bahwa dia wafat karena diracun. Saudaranya yaitu Sayyidina Husein ra, tatkala mengetahui sang abang telah diracun, memaksanya semoga memberitahu siapa pelakunya, namun dia (Sayyidina Hasan ra) menolak.

Abul Faraj Al-Ishfahani dalam bukunya Maqatiluth Thalibiyin menulis: “Mu’awiyah ingin mengambil bai’at untuk putranya, Yazid. Demi merealisasikan tujuannya ini ia tidak melihat penghalang yang besar melintang kecuali Sayyidina Hasan ra dan seorang sahabat ra Sa’d bin Abi Waqqash. Dengan demikian, ia membunuh mereka berdua secara membisu-diam dengan racun.”

As Sibth bin Jauzi meriwayatkan dari Ibnu Sa’d dalam kitab At-Thabaqat dan ia meriwayatkan dari Al-Waqidi bahwa Sayyidina Hasan ra ketika sedang menghadapi sakaratul akhir hayat pernah berwasiat: “Kuburkanlah aku di samping kakekku Rasulullah saw”. Akan tetapi, Bani Umaiyah, Marwan bin Hakam dan Sa’d bin Al-’Ash sebagai gubernur Madinah kala itu tidak mengizinkannya untuk dikuburkan sesuai dengan wasiatnya. jadinya, mayit Sayyidina Hasan ra diboyong menuju ke pekuburan Baqi’ dan dikuburkan di samping kuburan neneknya (Ibunda dari Sayyidina Ali bin abi Thalib ra), yaitu Fathimah binti Asad.

Ibnu Al-Jauzi dalam kitabnya Tadzkirah Al-Khawas menukil dari abu Sa’id dalam Thabaqat-nya menyebutkan putra putri Sayyidina Hasan ra adalah: Muhammad Al- Ashghar, Ja’far, Hamzah, Muhammad Al-Akbar, Zaid, Hasan Al-Mutsana, Fatimah, Ummul Hasan, Umul Khair, Ummu Abdurrahman, Ummu Salmah, Ummu Abdullah, Ismail, Ya’qub, bubukbakar, Thalhah dan Abdullah.

Muhammad Ali Shabban dalam bukunya ‘Teladan Suci Keluarga Nabi’ mengatakan keturunan Sayyidina Hasan ra yang sahih yang ada kini adalah Zaid dan Hasan Al- Mutsana. Zaid lebih bau tanah dari saudaranya Hasan Al-Mutsana. sehabis pamannya (Sayyidina Husein ra) meninggal, ia membai’at Abdullah bin Zubair sebagai khalifah.

Menurut salah satu pendapat, Zaid hidup selama seratus tahun. Sedangkan Hasan Al-Mutsana, ikut pamannya (Sayyidina Husein ra) di Karbala, dan mendapat luka-luka dalam perang melawan pasukan Yazid Muawiyyah. Ketika pihak musuh hendak mengambil kepalanya, mereka dapati ia masih bernafas, lalu Asma bin Kharijah Al-Fazzari berkata: ‘Biarkan dia kubawa!” Kemudian dibawanya ke Kufah dan di obati, Setelah itu, Hasan Al-Mutsana kembali ke Madinah.

Sayyidina Husein Bin Ali Bin Abi Thalib ra.
Sayyidina Husein ra (Abu Abdillah) ialah cucu Rasulullah saw dan beliau ialah adik dari Sayyidina Hasan ra. dia ra lahir pada hari ke 5 bulan Sya'ban tahun ke 4 hijriyah. Sayyidina Husein ra gugur sebagai syahid dalam usia 57 tahun, pada hari Jum'at, hari ke 10 (Asyura) dari bulan Muharram, tahun 61 Hijriyah di padang Karbala, suatu tempat di Iraq yang terletak antara Hulla dan Kuffah. 



Menurut al-Amiri, Sayidina Husein dikarunia 6 anak pria dan 3 anak perempuan. Dan dari keturunan Sayyidina Husein ra yang meneruskan keturunannya hanya Ali al-Ausath yang diberi gelar “ALI ZAINAL ABIDIN”. Sedangkan Muhammad, Ja'far, Ali al-Akbar, Ali al- Asghar , Abdullah, tidak mempunyai keturunan (ketiga nama terakhir gugur bersama ayahnya sebagai syahid di Karbala). Sedangkan anak perempuannya ialah: Zainab, Sakinah dan Fathimah.

Kaum Alawiyyin ialah keturunan dari Rasulullah saw melalui Imam Alwi bin Ubaydillah bin AHMAD AL MUHAJIR bin Isa bin Muhammad bin Ali Al Uraidhi bin Ja’far Ash Shodiq bin Muhammad Al Baqir bin ALI ZAINAL ABIDIN bin SAYYIDINA HUSAIN RA. Istilah Alawiyin atau Ba’alawi dipakai untuk membedakan keluarga ini dari keluarga para Sayyid yang lain yang sama –sama keturunan Rasulullah saw.



Himpunan Nasab 'Alawiyin
Prof. Dr. Hamka mengutip kata-kata mutiara dari al Imam Asy Syafi'i saat menulis kata sambutan dalam sebuah buku karangan Al Habib Hamid Al Husaini yang berjudul Al- Husain bin Ali pendekar Besar sbb: "Jika saya akan dituduh (sebagai) orang Syiah karena saya mengasihi keluarga Muhammad saw, maka saksikanlah oleh seluruh insan dan jin, bahwa saya ini yaitu penganut Syi'ah."

Beliau juga pernah mengatakan : “Tidak layak untuk tidak mengetahui bahwa Alawiyyin Hadramaut berpegang teguh pada madzhab Syafi’i. Bahkan, yang mengokohkan madzhab ini di Indonesia, khususnya di tanah Jawa, adalah para Ulama Alawiyin Hadramaut.”

Di beberapa negara, sebutan untuk dzurriyat rasul saw ini berbeda-beda. Di Maroko dan sekitarnya, mereka lebih dikenal dengan sebutan Syarif, di tempat Hijaz (Semenanjung Arabia) dengan sebutan Sayyid, sedangkan di nusantara umumnya mereka dikenal dengan sebutan Habib. Di Indonesia sendiri ada forum khusus yang berpusat di Jakarta, bernama Rabithah Alawiyah, yang mencatat nasab (silsilah) para Alawiyin. Sehingga benar-benar gelar Habib atau Sayyid tidak disalahgunakan oleh seseorang. 


Dalam buku “Sejarah masuknya Islam di Timur Jauh”, Prof DR. Hamka menyebutkan bahwa: “Gelar Syarif khusus digunakan bagi keturunan Sayyidina Hasan ra dan Sayyidina Husain ra apabila menjadi raja. Banyak dari para Sultan di Indonesia ialah keturunan baginda Rasulullah saw.

Diantaranya Sultan di Pontianak mereka digelari Syarif. Sultan Siak terakhir secara resmi digelari Sultan Sayyid Syarif Qasim bin Sayyid Syarif Hasyim Abdul Jalil Saifuddin. Demikian pula dengan pendiri kota Jakarta yang lebih dikenal dengan Sunan Gunung Jati, beliau digelari Syarif Hidayatullah.”

Kemudian Buya Hamka menjelaskan bahwa dalam sebuah hadits Rasulullah saw bersabda, yang artinya “Sesungguhnya anakku ini yaitu pemimpin (sayyid) cowok andal nirwana” (Seraya menunjuk kedua cucu dia, Sayyidina Hasan dan Husain). Berlandaskan
hadits tsb, sudah menjadi tradisi turun temurun bahwa setiap keturunan Sayyidina Hasan ra dan Sayyidina Husain ra digelari Sayyid.



Klik untuk Lanjut ke Bag. II ....

0 Response to "Dakwah Ahlul Bait Nabi SAW bag. I"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel