-->

Serba-Serbi Puasa Ramadhan (1)

بسم الله الرحمن الرحيم
QAAIBAgMEBgYDDAgFBAMAAAECEQADBBIhBTFBUQYTImFxgTJykaGxwQdishQVIyQzQlJzksLR Serba-Serbi Puasa Ramadhan (1)
Serba-Serbi Puasa Ramadhan (1)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut pembahasan perihal serba-serbi puasa Ramadhan yang banyak kami rujuk dari kitab 70 Masalah Fish Shiyam karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al Munajjid, semoga Allah menjadikan penyusunan risalah ini tulus karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Ta’rif (definisi) puasa
1. Puasa secara bahasa artinya menahan diri. Secara istilah, puasa yakni menahan diri dari hal-hal yang membatalkan dari mulai terbit fajar hingga karam matahari disertai niat (di hati).
Hukum puasa Ramadhan
2. Para ulama sepakat, bahwa puasa Ramadhan hukumnya wajib. Oleh alasannya yakni itu, meninggalkannya tanpa udzur merupakan dosa yang sangat besar dan kesalahan yang sangat fatal.
Keutamaan puasa
3. Puasa yakni untuk Allah, dan bahwa Dia sendiri yang akan membalasnya sehingga pelakunya memperoleh pahala tanpa batas ukuran.
Doa orang yang berpuasa mustajab.
Orang yang berpuasa mempunyai dua kegembiraan; kegembiraan pada dikala berbuka, dan kegembiraan pada dikala berjumpa dengan Allah Azza wa Jalla.
Puasa akan memperlihatkan syafaat kepada pelakunya.
Bau verbal orang yang berpuasa lebih basi pada hari Kiamat di sisi Allah daripada wanginya minyak kesturi.
Puasa yakni perisai dan benteng yang kokoh dari masuk ke neraka.
Siapa saja yang berpuasa di jalan Allah (atau tulus karena-Nya), maka Allah akan menjauhkan wajahnya dari neraka sejauh perjalanan tujuh puluh tahun.
Di nirwana ada sebuah pintu berjulukan Ar Rayyan yang disiapkan untuk orang-orang yang berpuasa.
Keutamaan puasa Ramadhan
Puasa Ramadhan termasuk rukun Islam.
Al Qur’an diturunkan pada bulan Ramadhan.
Di bulan Ramadhan terdapat malam yang lebih baik daripada seribu bulan, yaitu malam Lailatul Qadr.
Ketiba tiba bulan Ramadhan, maka pintu-pintu nirwana dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, setan-setan dibelenggu, dan bahwa berpuasa Ramadhan seimbang dengan berpuasa selama sepuluh bulan, alasannya yakni satu kebaikan dibalas Allah dengan sepuluh kebaikan.
Faedah dan manfaat puasa
4. Faedah puasa sangat banyak, di antaranya: menjadikan seseorang sebagai orang yang bertakwa, mengalahkan setan, mematahkan syahwat, menjaga anggota badan, membangun kehendak supaya menjauhi maksiat dan menjauhi hawa nafsu, membiasakan diri menaati Allah dan menjauhi larangan-Nya, melatih kedisiplinan dan sempurna waktu, serta peringatan supaya kaum muslimin tetap bersatu.
Adab berpuasa dan sunnah-sunnahnya
5. Adab tersebut ada yang wajib dan ada yang sunah, di antaranya:
(a) Melakukan makan sahur dan mengakhirkannya.
(b) Menyegerakan berbuka. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ
“Manusia tetap berada di atas kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka.” (Hr. Bukhari dan Muslim)
Nabi shallallahu alaihi wa sallam berbuka terlebih dahulu sebelum shalat dengan kurma matang, kalau tidak ada dengan kurma kering, dan kalau tidak ada dengan meneguk minum (sebagaimana dalam riwayat Tirmidzi), dan pada dikala berbuka, Beliau mengucapkan,
ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوْقُ وَثَبَتَ الْأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللهُ
“Telah hilang rasa haus, telah berair urat-urat, dan semoga pahala tetap didapat insya Allah.” (Hadits hasan, diiriwayatkan oleh Abu Dawud)
(c) Menjauhi rafats yaitu perbuatan sia-sia dan ucapan kotor.
(d) Tidak terlalu banyak makan, alasannya yakni ada hadits yang menerangkan, bahwa tidak wadah yang lebih jelek diisi daripada perut insan (sebagaimana dalam hadits shahih riwayat Tirmidzi).
(e) Dermawan, baik dalam ilmu, harta, kedudukan, badan, dan adat mulia. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yakni orang yang paling bahagia memberi dalam kebaikan, terutaman pada bulan Ramadhan (sebagaimaa dalam riwayat Bukhari).
(f) Di antara perkara yang sanggup menghilangkan kebaikan dan mendatangkan keburukan yakni sibuk menonton televisi, sinetron, film, perlombaan, duduk-duduk di pinggir jalan (nongkrong), dan jalan-jalan untuk ‘cuci mata’ di sore hari.
Perbuatan yang patut dilakukan pada bulan Ramadhan
Hendaknya seseorang mempersiap diri dan kondisi untuk beribadah, segera bertaubat dan kembali kepada Allah, bergembira alasannya yakni datangnya bulan Ramadhan, sungguh-sungguh menjalankan puasa, khusyu dalam shalat tarawih, tidak loyo pada sepuluh terakhir bulan Ramadhan, mencari malam Lailatul Qadr, dan melaksanakan I’tikaf.
Dan tidak mengapa mengucapkan selamat terhadap datangnya bulan Ramadhan, alasannya yakni Nabi shallallahu alaihi wa sallam memperlihatkan kabar bangga kepada para sahabatnya dengan kedatangan bulan Ramadhan serta mendorong mereka memperhatikannya.
Hukum-hukum seputar puasa
6. Di antara macam-macam puasa; ada yang wajib dilakukan secara berurutan dan ada yang tidak wajib berurutan. Yang wajib berurutan yakni puasa Ramadhan, puasa alasannya yakni kaffarat pembunuhan tidak sengaja (khatha), puasa sebagai kaffarat zhihar, puasa sebagai kaffarat dari berjima di siang hari bulan Ramadhan, dsb. Ada pula yang tidak wajib berurutan, ibarat mengqadha hutang puasa Ramadhan, berpuasa sepuluh hari bagi orang yang tidak memperoleh hadyu, dsb.
7. Faedah puasa sunah yakni untuk menutupi kekurangan puasa wajib.
8. Ada larangan mengkhususkan hari Jum’at atau hari Sabtu untuk berpuasa. Demikian pula ada larangan puasa sepanjang tahun, larangan puasa wiishal (menyambung puasa tanpa berbuka), larangan puasa pada dua hari raya, dan larangan puasa pada hari-hari tasyriq.
Cara mengetahui masuknya bulan Ramadhan
9. Masuknya bulan Ramadhan ditetapkan dengan ru’yatul hilal (terlihat bulan sabit tanda tanggal satu), atau dengan menyempurnakan bulan Sya’ban menjadi tiga puluh hari. Adapun memakai hisab untuk memilih awal bulan, maka termasuk perkara bid’ah.
Kepada siapakah puasa diwajibkan?
10. Puasa wajib bagi setiap muslim yang baligh, berakal, mukim (tidak safar), mampu, dan tidak ada penghalang ibarat haidh dan nifas.
11. Meskipun demikian, anak kecil diperintahkan berpuasa dikala usianya tujuh tahun ketika ia mampu. Sebagian Ahli ilmu menyampaikan, bahwa ketika usianya sepuluh tahun, dipukul kalau meninggalkannya sebagaimana shalat.
12. Jika orang kafir masuk Islam, anak kecil menjadi baligh, atau orang absurd tersadar di siang hari, maka mereka harus menahan diri dari berbuka pada sisa-sisa hari itu, dan mereka tidak diharuskan mengqadha terhadap bulan Ramadhan sebelumnya yang telah berlalu.
13. Orang absurd tidak dikenakan kewajiban. Jika keadaannya adakala gila, adakala sadar, maka ia harus berpuasa pada dikala sadarnya; tidak pada dikala gilanya. Berlaku ibarat ini orang yang terkena penyait ayan.
14. Barang siapa yang meninggal dunia di pertengahan bulan Ramadhan, maka beliau dan walinya tidak berkewajiban apa-apa untuk sisa dari bulan Ramadhan tersebut.
15. Barang siapa yang tidak mengetahui kewajiban puasa Ramadhan, atau tidak mengetahui haramnya makan atau bekerjasama intim di siang bulan Ramadhan, maka berdasarkan jumhur ulama ia mendapat udzur, kalau orang yang semisalnya juga mendapat udzur. Adapun kalau ia tinggal di tengah-tengah kaum muslimin, dan memungkinkan beliau untuk bertanya dan belajar, maka tidak mendapat udzur.
Puasa bagi musafir
16. Disyaratkan boleh berbuka bagi musafir yakni ketika ia bepergian dengan jarak safar atau dianggap sebagai safar oleh uruf (kebiasaan yang berlaku), melewati negerinya dan telah melewati bangunan yang melekat dengannya, safarnya bukan maksiat (ini yakni syarat yang dipegang jumhur ulama), dan maksud safarnya bukanlah untuk bisa berbuka.
17. Boleh berbuka bagi musafir berdasarkan janji ulama, baik ia bisa berpuasa maupun tidak, dan baik terasa berat menjalankan puasa maupun tidak.
18. Barang siapa yang berniat safar pada bulan Ramadhan, maka beliau tidaklah berniat buka hingga ia bersafar.
19. Ketika matahari telah tenggelam, kemudian ia berbuka di bumi, kemudian naik pesawat, ternyata dilihatnya matahari, maka beliau tidak wajib melanjutkan puasanya, alasannya yakni beliau telah menyempurnakan puasa pada hari itu.
20. Barang siapa yang hingga ke sebuah negeri dan berniat tinggal di sana lebih dari empat hari, maka beliau harus berpuasa berdasarkan jumhur (mayoritas ulama).
21. Barang siapa yang berpuasa ketika ia masih mukim, kemudian di tengah hari, ia pun bersafar, maka boleh baginya berbuka.
22. Boleh berbuka bagi orang yang biasa bersafar ketika ia mempunyai negeri tempat dirinya pulang, contohnya pengirim paket pos, sopir taksi, dan pilot, meskipun safarnya hanya sehari, namun mereka wajib mengqadha. Demikian pula nahkoda kalau mempunyai tempat tinggal di daratan yang ia tempati.
23. Jika musafir sudah tiba dari safarnya di tengah hari, maka yang lebih hati-hati baginya yakni menahan diri dari makan dan minum untuk menghormati kemuliaan bulan Ramadhan, akan tetapi ia wajib mengqadha baik menahan diri maupun tidak.
24. Jika di suatu negeri telah mulai berpuasa, kemudian ia bersafar ke negeri lain, dimana penduduknya telah berpuasa sebelum atau setelahnya, maka hukumnya ibarat orang yang bersafar ke negeri mereka.
Puasa orang yang sakit
25. Setiap sakit yang menciptakan seseorang keluar dari batasan sehat, maka boleh berbuka. Adapun sakit yang ringan, ibarat batuk dan pusing, maka dihentikan baginya berbuka. Dan kalau berdasarkan kedokteran atau seseorang mengetahui berdasarkan kebiasaan dan pengalamannya, atau berdasarkan asumsi berpengaruh bahwa berpuasa dalam keadaan ini membuatnya malah sakit, menambahnya, atau menunda kesembuhannya, maka boleh baginya berbuka, bahkan makruh berpuasa.
26. Jika berpuasa menimbulkan dirinya pingsan, maka ia berbuka dan mengqadhanya. Tetapi kalau ia pingsan di tengah hari, kemudian sadar sebelum Maghrib atau setelahnya, maka puasanya sah selama ia dalam keadaan tetap berpuasa. Dan kalau seseorang pingsan dari Fajar hingga Maghrib, maka berdasarkan jumhur ulama puasanya tiidak sah. Adapun mengqadha bagi orang yang pingsan, maka hukumnya wajib berdasarkan jumhur ulama betapa pun usang masa pingsannya.
27. Barang siapa yang berada dalam kondisi sangat lapar atau haus yang sangat, dan beliau mengkhawatirkan dirinya binasa, atau menimbulkan sebagian kemampuan inderanya hilang berdasarkan asumsi kuatnya, bukan sekedar wahm (perkiraan biasa), maka beliau berbuka dan wajib mengqadha. Adapun para pekerja berat, maka dihentikan berbuka. Jika meninggalkan pekerjaan itu menciptakan mereka tertimpa madharat dan mereka menghawatirkan kebinasaan terhadap diri mereka di siang hari, maka mereka berbuka dan wajib mengqadha. Perlu diketahui, bahwa ujian sekolah bukanlah udzur untuk berbuka di bulan Ramadhan.
28. Seorang yang sakit yang masih bisa dharap kesembuhannya, maka menunggu hingga sembuh kemudian mengqadhanya, dan dihentikan membayar fidyah. Adapun orang yang sakit menahun yang tidak dibutuhkan kesembuhannya, demikian pula orang yang sudah lanjut usia yang kondisinya lemah, maka boleh membayar fidyah dengan memberi   makan sehari satu orang miskin seukuran kurang lebih setengah sha (2 mud) makanan pokok tempat setempat. Menurut sebagian ulama, alasannya yakni ukuran dan jenis fidyah tidak disebutkan dalam Al Qur’an dan As Suannah, maka dikembalikan kepada ‘urf/kebiasaan yang berlaku[i]).
29. Barang siapa yang sakit, kemudian sembuh, dan bisa mengqadha, tetapi belum sempat mengqadha ia wafat, maka dikeluarkan dari hartanya fidyah untuk setiap hari ia tidak berpuasa, dan kalau salah satu kerabatnya ada yang berpuasa untuknya, maka sah.
Bersambung…
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa alihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji’: Sab’una mas’alatan fish shiyam (M. Shalih Al Munajjid), dll.


[i] Oleh alasannya yakni itu dikatakan sah dalam membayar fidyah, apabila kita sudah memperlihatkan makan kepada seorang miskin baik berupa makanan yang siap makan ataupun memperlihatkan kepada mereka materi makanan pokok. Ada beberapa pendapat perihal ukurannya:
a.     Ukurannya 1 mud (kira-kira 510 hingga 625 gram), jenisnya makanan pokok tempat setempat.
b.    2 mud
c.     Makanan yang biasa beliau makan.
Namun ketiganya bisa dipakai. Waktu membayarnya bisa pada hari ia tidak berpuasa dan bisa juga diakhirkan hingga hari terakhir bulan Ramadhan. Boleh dilakukan secara terpisah (per-hari) atau dikumpulkan sekaligus (misalnya memberi makan 10 orang untuk 10 hari yang ditinggalkan).

0 Response to "Serba-Serbi Puasa Ramadhan (1)"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel