Syarah Kitab Tauhid (38)
بسم الله الرحمن الرحيم
Syarah Kitab Tauhid (38)
(Riya)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam biar tercurah kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba'du:
Berikut lanjutan syarah (penjelasan) ringkas terhadap Kitab Tauhid karya Syaikh Muhammad At Tamimi rahimahullah, yang banyak kami rujuk kepada kitab Al Mulakhkhash Fii Syarh Kitab At Tauhid karya Dr. Shalih bin Fauzan Al Fauzan hafizhahullah, biar Allah mengakibatkan penyusunan risalah ini nrimo karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
**********
Bab : Riya
Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَن كَانَ يَرْجُو لِقَاء رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
Katakanlah, “Sesungguhnya saya ini insan biasa menyerupai kamu, yang diwahyukan kepadaku, "Bahwa gotong royong Tuhan kau yakni Tuhan Yang Esa.” Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya.” (Qs. Al Kahfi: 110)
Penjelasan:
Oleh alasannya riya termasuk kasus yang sanggup menodai tauhid seseorang dan menghapuskan amalnya, maka penyusun (Syaikh M. At Tamimi) mengingatkan duduk kasus ini di kitab Tauhidnya.
Riya artinya berzakat saleh dengan maksud mendapat kebanggaan manusia.
Dalam ayat di atas, Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan Nabi-Nya shallallahu alaihi wa sallam untuk memberikan kepada manusia, bahwa dirinya yakni insan sebagaimana mereka. Beliau tidak mempunyai sifat-sifat ketuhanan sama sekali dan tidak berhak disembah. Tugas Beliau hanyalah memberikan wahyu yang Allah berikan kepadanya. Di antara wahyu yang paling agung yang disampaikan kepada Beliau yakni bahwa tidak ada yang berhak disembah kecuali Allah saja, dan bahwa Dia dilarang disekutukan. Demikian pula mengingatkan, bahwa kita semua akan kembali kepada-Nya pada hari Kiamat. Seorang yang menginginkan keselamatan dari azab Allah pada hari itu hendaknya berzakat saleh; yaitu amal yang sesuai sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, dan janganlah menyekutukan Allah dalam berzakat saleh menyerupai berbuat riya.
Kesimpulan:
1. Pokok agama yakni mengesakan Allah Ta’ala dalam ibadah.
2. Riya termasuk syirik.
3. Syirik yang dilakukan kaum musyrik yakni syirik dalam beribadah.
4. Tidak boleh di samping beribadah kepada Allah, beribadah pula kepada selain-Nya.
**********
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu secara marfu (dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam) Beliau bersabda,
قَالَ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى: أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ، مَنْ عَمِلَ عَمَلًا أَشْرَكَ فِيهِ مَعِي غَيْرِي، تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ
Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman, “Aku yakni Tuhan yang tidak membutuhkan sekutu. Barang siapa yang berzakat dengan menyertakan yang lain di samping-Ku, maka Aku tinggalkan beliau dan syiriknya.” (Hr. Muslim)
**********
Penjelasan:
Hadits di atas diriwayatkan oleh Muslim no. 2985, Ahmad 2/301, 435, Ibnu Majah no. 4202, dan Ibnu Khuzaimah no. 938.
Hadits di atas termasuk hadits qudsi, yaitu hadits yang lafaz dan maknanya dari Allah Ta’ala, namun tidak digunakan untuk beribadah, tidak menyerupai Al Qur’an.
Dalam hadits di atas, Allah Subhanahu wa Ta’ala menyatakan berlepas dari amal yang dilakukan alasannya selain-Nya menyerupai alasannya riya.
Kesimpulan:
1. Peringatan terhadap perbuatan syirik dengan segala bentuknya.
2. Syirik menghalangi diterima amal.
3. Wajibnya mengikhlaskan amal alasannya Allah Ta’ala.
4. Menetapkan sifat ‘kaya’ dan ‘berbicara’ bagi Allah Ta’ala.
**********
Dari Abu Sa’id radhiyallahu anhu secara marfu (dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam), Beliau bersabda,
"أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِمَا هُوَ أَخْوَفُ عَلَيْكُمْ عِنْدِيْ مِنَ الْمَسِيْحِ الدَّجَّالِ؟ " قَالُوْا: بَلَى. قَالَ: "اَلشِّرْكُ الْخَفِيُّ، يَقُوْمُ الرَّجُلُ فَيُصَلِّي، فَيُزَيِّنُ صَلاَتَهُ، لِمَا يَرَى مِنْ نَظَرِ رَجُلٍ"
“Maukah saya beritahukan kepadamu sesuatu yang lebih kutakuti menimpa kalian daripada Al Masih Ad Dajjal?” Para sahabat menjawab, “Ya, mau.” Beliau menjawab, “Yaitu syirik yang tersembunyi. Seseorang bangun shalat, kemudian ia memperbagus shalatnya alasannya merasa diperhatikan orang lain.” (Diriwayatkan oleh Ahmad)
**********
Penjelasan:
Hadits di atas disebutkan oleh Ibnu Majah no. 4204 dan Ahmad no. 11252. Al Albani dan Ahmad Syakir menghasankan hadits di atas, namun pentahqiq Musnad Ahmad menyatakan isnadnya dhaif alasannya kelemahan Katsir bin Ziyad Al Aslamiy dan Rubaih bin Abdurrahman. Al Buwshairi dalam Misbahuz Zujajah 3/296 berkata, “Ini yakni isnad yang hasan, Katsir bin Zaid dan Rubaih bin Abdurrahman diperselisihkan.” Menurut Usamah Al Utaibiy dalam tahqiqnya terhadap kitab Taisirul Azizil Hamid, bahwa hadits tersebut tidak turun dari derajat hasan.
Al Masih Ad Dajjal yakni seorang pembawa fitnah besar yang keluar di simpulan zaman, sebagai salah satu tanda besar hari Kiamat. Matanya buta sebelah, dan di dahinya tertulis ‘ka fa ra’ (kafir) yang sanggup dibaca oleh seorang muslim. Disebut Al Masih alasannya mata yang satunya buta, atau alasannya ia sanggup berjalan dengan cepat di muka bumi, wallahu a’lam. Disebut Dajjal alasannya sebagai seorang pembohong besar, dan nantinya beliau akan dibunuh oleh Nabi Isa alaihis salam sehabis Beliau turun ke bumi.
Dajjal mempunyai banyak pengikut alasannya keajaiban-keajaiban yang ditunjukkannya sebagai cobaan dari Allah Azza wa Jalla kepada umat insan yang masih hidup di zaman itu. Di antara keajaibannya yakni ia sanggup berjalan cepat menyerupai air hujan yang didorong angin, ia mengajak orang-orang untuk mengikuti ajakannya, kemudian bagi orang-orang yang mau mengikutinya ia menyuruh langit untuk menurunkan hujan sehingga turunlah hujan, disuruhnya bumi menumbuhkan tanaman. maka tumbuhlah tanaman-tanaman, dan keajaiban-keajaiban lainnya yang ditunjukkan sehingga banyak yang percaya kepadanya.
Disebutkan dalam Shahih Muslim, bahwa keluarnya nanti selama 40 hari; di antara hari-hari itu, sehari bagaikan setahun, sehari bagaikan sebulan, dan sehari bagaikan sepekan, kemudian hari-hari lainnya menyerupai hari-hari biasanya.
Dalam hadits di atas diterangkan, bahwa ketika para sahabat membicarakan perihal dajjal dan mereka takut terhadapnya, maka Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menerangkan, bahwa ada kasus yang lebih berhak diwaspadai dan bahkan lebih Beliau takuti menimpa umat ini melebihi fitnah Al Masih Ad Dajjal, yaitu syirik yang tesembunyi, yakni syirik yang terkait niat dan tujuan yang tidak tampak oleh manusia, kemudian Beliau menerangkan contohnya di hadits tersebut. Disebut syirik yang tersembunyi yakni alasannya pelakunya menampakkan bahwa amalnya dilakukan alasannya Allah, namun menyembunyikan di batinnya bahwa dirinya berzakat alasannya selain-Nya.
Dalam hadits di atas terdapat peringatan terhadap riya dan contohnya. Demikian pula menerangkan sayangnya Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam kepada umatnya.
Catatan:
- Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Adapun syirik kecil, maka contohnya riya yang ringan (menimpa pada sebagian amal), berpura-pura di hadapan makhluk, bersumpah atas nama selain Allah, pernyataan seseorang ‘atas kehendak Allah dan kehendakmu’, ‘ini dari Allah dan darimu’, ‘aku tergantung kepada Allah dan kamu’, ‘tidak ada bagiku kecuali Allah dan kamu’, ‘aku bertawakkal kepada Allah dan kamu’, ‘kalau bukan alasannya Allah dan kamu’, ‘kalau bukan alasannya Allah dan kau tentu tidak akan terjadi ini dan itu’. Ini semua sanggup berkembang menjadi syirik akbar sesuai keadaan orang yang mengucapkan dan niatnya.”
- Sebagian ulama menerangkan, bahwa amal yang dikerjakan alasannya selain Allah Ta’ala ada yang berupa riya murni menyerupai yang dilakukan kaum munafik, dan ada pula yang dilakukan alasannya Allah namun disertai riya. Jika disertai riya dari asal(awal)nya, maka nash-nash yang ada memberikan batilnya. Akan tetapi jikalau asalnya alasannya Allah, namun kedatangan riya, maka jikalau hanya terlintas kemudian dilawan, maka hal itu tidak kuat apa-apa terhadap amalnya, namun jikalau terbawa oleh riya, maka dalam hal ini ada khilaf di antara ulama. Di antara mereka ada yang berpendapat, bahwa amalnya tidak batal tetapi pahalanya berkurang sesuai riya’ yang menyusupinya, wallahu a’lam.
- Jika suatu amal yang dasarnya nrimo alasannya Allah namun disertai niat lain selain riya, contohnya jihad yang dilakukan alasannya Allah, kemudian ada harapan pula memperoleh ghanimah, maka akan berkurang pahala jihadnya, wallahu a’lam.
- Abdullah bin Amr radhiyallahu anhuma berkata, “Jika seseorang di antara kau telah berniat perang (karena Allah), kemudian Allah karuniakan rezeki, maka tidak mengapa mengambilnya. Adapun jikalau salah seorang di antara kau akan berperang jikalau diberi beberapa dirham, dan jikalau tidak diberi, maka beliau tidak akan berperang, maka tidak ada kebaikan pada yang demikian itu.”
Bersambung…
Wallahu a’lam wa shallallahu ala Nabiyyina Muhammad wa alaa alihi wa shahbihi wa sallam
Marwan bin Musa
Maraji’: Al Mulakhkhash fii Syarh Kitab At Tauhid (Dr. Shalih bin Fauzan Al Fauzan), Fathul Majid (Abdurrahman bin Hasan), Taisirul Azizil Hamid (Sulaiman bin Abdullah bin Abdul Wahhab), Maktabah Syamilah versi 3.45, dll.
0 Response to "Syarah Kitab Tauhid (38)"
Post a Comment