-->

Pendekatan Antropologis,Sosiologis,Fenomenologis,Filosofis,Historis Dan Politis






KATA PENGANTAR 
          Puji dan syukur penulis ucapkan kepada kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-nya kepada kita semua berupa, ilmu dan amal. Berkat rahmat dan karunia-nya pula, penulis sanggup menuntaskan makalah Metodeologi Studi Islam yang insyaallah tepat pada waktunya.
          Terimakasih penulis ucapkan kepada Bpk/Ibu Dosen.  Mata pelajaran kuliah Metodeologi Studi Islam, yang telah memperlihatkan kode terkait kiprah makalah ini. Tanpa bimbingan dari dia mungkin, penulis tidak akan sanggup menuntaskan kiprah ini sesuai dengan format yang telah di tentukan.
          Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh lantaran itu, penulis mengharapkan kritik dan saran pembaca demi kesempurnaan makalah untuk kedepannya. Mudah-mudahan makalah ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
 





DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………..i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………ii

BAB I PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang……………………………………………………………………………….1
B.  Rumusan masalah…………………………………………………………………………….2

BAB II PEMBAHASAN
A. Pendekatan Antropologis……………………………………………………………………....3
B. Pendekatan sosiologis…………………………………………………………………………..3
C. Pendekatan fenomenologis……………………………………………………………………..4
D. Pendekatan filosofis…………………………………………………………………………….4
E. Pendekatan historis……………………………………………………………………………..5
F. Pendekatan politis……………………………………………………………………………….5

BAB III PENUTUP
A.  Kesimpulan……………………………………………………………………………………..7           
B.  Saran…………………………………………………………………………………………....7

DAFTAR PUSTAKA









BAB I
PENDAHULUAN


A.  Latar Belakang Masalah
          Saat ini kehadiran pada da’i semakin dituntut untuk ikut terlibat secara aktif dalam memecahkan aneka macam kasus yang dihadapi umat manusia. Para da’i dihentikan hanya menjadi lambang kesalehan atau berhenti sekadar memberikan pesan-pesan agama dalam khutbah, melainkan secara konsepsional para da’i dituntut bisa memecahkan aneka macam duduk masalah dan dinamika hidup yang terjadi dalam masyarakat luas.
           Meminjam istilah Achmad Satori Ismail, bahwa tidak mungkin mengamalkan Islam secara komprehensif kalau seorang da’i tidak mempunyai ilmu keislaman yang luas. Oleh lantaran itu, seorang da’i harus mempunyai ilmu terlebih dahulu wacana keislaman- termasuk mempunyai ilmu wacana al-Qur’an, hadits, undangan fiqh, dan lain-lain.
Tuntutan terhadap agama yang demikian itu sanggup dijawab manakala pemahaman agama yang selama ini banyak memakai pendekatan teologis normatif dilengkapi dengan pemahaman agama yang memakai pendekatan lain, yang secara operasional konseptual, sanggup memperlihatkan balasan terhadap kasus yang timbul.
          Berkenaan dengan pemikiran di atas, maka pada goresan pena ini pembaca akan diajak untuk mengkaji aneka macam pendekatan yang sanggup digunakan dalam memahami agama. Hal demikian perlu dilakukan, lantaran melalui pendekatan tersebut, kehadiran agama secara fungsional sanggup dirasakan oleh penganutnya. Sebaliknya tanpa mengetahui aneka macam pendekatan tersebut, tidak tidak mungkin agama menjadi sulit dipahami oleh masyarakat, tidak fungsional, dan akibatnya masyarakat mencari pemecahan kasus kepada selain agama, dan hal ini dihentikan terjadi.
       Berbagai pendekatan tersebut meliputi pendekatan teologis, normatif, antropologis, sosiologis, fenomenologis, filosofis, historis, politis, psikologis, dan interdisipliner. Adapun yang dimaksud dengan pendekatan di sini yaitu cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama. Agama sanggup diteliti dengan memakai aneka macam paradigma. Realitas keagamaan yang diungkapkan mempunyai nilai kebenaran sesuai dengan kerangka paradigmanya. Karena itu, tidak ada duduk masalah apakah penelitian agama itu penelitian ilmu sosial, penelitian legalistik atau penelitian filosofis.
           Sedangkan berdasarkan Parsudi Suparlan, dalam dunia ilmu pengetahuan makna dari istilah pendekatan yaitu sama dengan metodologi, yaitu sudut pandang atau cara melihat dan memperlakukan sesuatu yang menjadi perhatian atau kasus yang dikaji. Bersamaan dengan itu, makna metodologi juga meliputi aneka macam teknik yang digunakan untuk melaksanakan penelitian atau pengumpulan data sesuai dengan cara melihat dan memperlakukan kasus yang dikaji. Dengan demikian, pengertian pendekatan atau metodologi bukan hanya diartikan sebagai sudut pandang atau cara melihat sesuatu permasalahan yang menjadi perhatian tetapi juga meliputi pengertian metode-metode atau teknik-teknik penelitian yang sesuai dengan pendekatan tersebut.
 
B. Rumusan masalah
    Makalah yang kami bahas ini mempunyai beberapa rumusan masalah, yaitu :
A. Pendekatan Antropologis
B. Pendekatan sosiologis
C. Pendekatan fenomenologis
D. Pendekatan filosofis
E. Pendekatan historis
F. Pendekatan politis





BAB II
PEMBAHASAN


A.  Pendekatan Antropologis
          Kata Antropologi berasal dari bahasa Yunani, anthropos dan logos. Anthropos berarti insan dan logos berarti pikiran atau ilmu. Secara sederhana, Antropologi sanggup dikatakan sebagai ilmu yang mempelajari manusia. Tentunya kita akan semakin bertanya-tanya, begitu banyak ilmu yang mempelajari manusia.  
          Lalu, apa bekerjsama yang dipelajari Antropologi? Menurut William A. Haviland, seorang antropolog Amerika, Antropologi yaitu ilmu yang pengetahuan yang mempelajari keanekaragaman insan dan kebudayaannya. Dengan mempelajari kedua hal tersebut, Antropologi yaitu studi yang berusaha menjelaskan wacana aneka macam macam bentuk perbedaan dan persamaan dalam aneka ragam kebudayaan manusia.  
         Koentjaraningrat, bapak Antropologi Indonesia, mendukung definisi Antropologi yang diberikan oleh Haviland. la menyatakan bahwa Antropologi yaitu ilmu yang mempelajari umat insan pada umumnya dengan mempelajari aneka warna, bentuk fisik masyarakat, serta kebudayaan yang dihasilkannya. 

B.  Pendekatan Sosiologis
          Definisi sosiologi secara luas ialah ilmu wacana masyarakat dan gejala-gejala mengenai masyarakat. Sosiologi menyerupai itu disebut macro-sociology, yaitu ilmu wacana gejala-gejala sosial, institusi-institusi sosial dan pengaruhnya terhadap masyarakat. Secara sempit sosiologi didefinisikan sebagai ilmu wacana sikap sosial ditinjau dari kecendrungan individu dengan individu lain dengan memperhatikan simbol-simbol interaksi.
            Pada dasarnya sosiologi sanggup dipahami sebagai ilmu yang mempelajari kehidupan sosial insan dalam tata kehidupan bersama. Ilmu ini memusatkan telaahnya pada kehidupan kelompok dan tingkah laris sosial lengkap dengan produk kehidupannya. Sosiologi tidak tertarik pada masalah-masalah yang sifatnya kecil, pribadi, dan unik. Sebaliknya, ia tertarik pada masalah-masalah yang sifatnya besar dan substansial serta dalam konteks budaya yang lebih luas.
          Penerapan pendekatan sosiologis Islami di antaranya contohnya bagaimana implementasi syariah dalam masyarakat Islam. Dengan catatan bahwa peneliti harur menjauhi sikap purbasangka negatif. Cukup banyak negara muslim yang bisa dijadikan sample dalam penelitian ini, antara lain Malaysia, Indonesia, Pakistan, Saudi Arabia, dan Mesir. Yang dimunculkan dalam penelitian ini bukan segi-segi yang bersifat konflik antara aturan Islam dan masyarakat, melainkan justru segi-segi positifnya. 

C.   Pendekatan Fenomenologis            
           Kata fenomenologi berasal dari kata Yunani fenomenon yaitu sesuatu yang tampak, yang terlihat lantaran bercakupan. Dalam bahasa Indonesia biasa digunakan istilah gejala. Kaprikornus fenomenologi yaitu suatu aliran yang membicarakan fenomenon, atau segala sesuatu yang menampakkan diri.
       Tokoh fenomenologi yaitu Edmund Husserl (1859-1938), ia yaitu pendiri fenomenologi yang beropini bahwa ada kebenaran untuk semua orang, dan insan sanggup mencapainya. Adapun inti pemikiran fenomenologi berdasarkan Husserl yaitu bawah untuk menemukan pemikiran yang benar, seseorang harus kembali kepada “benda-benda” sendiri. Dalam bentuk slogan pendirian ini mengungkapkan dengan kalimat zu den sachen (to the things). Kembali kepada “benda-benda” dimaksudkan yaitu bahwa “benda-benda” diberi kesempatan untuk berbicara wacana hakikat dirinya. Pernyataan wacana hakikat “benda-benda” tidak lagi bergantung kepada orang yang menciptakan pernyataan, melainkan ditentukan oleh “benda-benda” itu sendiri.

D.   Pendekatan Filosofis
          Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata philo yang berarti cinta kepada kebenaran, ilmu, dan hikmah. Selain itu, filsafat sanggup pula berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan lantaran dan akhir serta berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, Poerwadarminta mengartikan filsafat sebagai pengetahuan dan penyelidikan dengan nalar budi mengenai sebab-sebab, asas-asas, aturan dan sebagainya terhadap segala yang ada di alam semesta ataupun mengenai kebenaran dan arti adanya sesuatu. Pengertian filsafat yang umumnya digunakan yaitu pendapat yang dikemukakan Sidi Gazalba. Menurutnya filsafat yaitu berpikir secara mendalam, sistematik, radikal, dan universal dalam rangka mencari kebenaran, inti, pesan yang tersirat atau hakikat mengenai segala sesuatu yang ada.
           Dari definisi tersebut sanggup diketahui bahwa filsafat pada pada dasarnya berupaya menjelaskan inti, hakikat, atau pesan yang tersirat mengenai sesuatu yang berada di balik objek formanya. Filsafat mencari sesuatu yang mendasar, asas, dan inti yang terdapat di balik yang bersifat lahiriah. Sebagai contoh, kita jumpai aneka macam merek pulpen dengan kualitas dan harganya yang berlain-lainan namun inti semua pulpen itu yaitu sebagai  alat tulis. Ketika disebut alat tulis, maka tercakuplah semua nama dan jenis pulpen. 

E.  Pendekatan Historis
        Pendekatan historis yaitu suatu ilmu yang di dalamnya dibahas aneka macam bencana dengan memperhatikan unsur tempat, waktu, objek, latar belakang, dan pelaku dari bencana tersebut. Menurut ilmu ini, segala bencana sanggup dilacak dengan melihat kapan bencana itu terjadi, di mana, apa sebabnya, siapa yang terlibat dalam bencana tersebut.
          Sedangkan berdasarkan Azyumardi Azra, sejarah dari kata Arab syajarah yang berarti pohon. Pengambilan istilah ini agaknya berkaitan dengan kenyataan, bahwa sejarah- setidaknya dalam pandangan orang pertama yang memakai kata ini- menyangkut wacana antara lain, syajarah al-nasâb, pohon genealogis yang dalam masa kini agaknya bisa disebut sejarah keluarga (family history). Atau boleh jadi juga lantaran kata kerja syajarah juga punya arti to happen, to occur, dan to develop. Namun selanjutnya, sejarah dipahami mempunyai makna yang sama dengan târikh (Arab), istoria (Yunani), history atau geschichte (Jerman), yang secara sederhana berarti kejadian-kejadian menyangkut insan pada masa silam.
 
F.  Pendekatan Politis
           Kata politik berasal dari kata politic (Inggris) yang memperlihatkan sifat eksklusif atau perbuatan. Secara leksikal, kata asal tersebut berarti acting or judging wisely, well judged, prudent. Kata ini terambil dari kata Latin politicus dan bahasa Yunani (Greek) politicos yang berarti relating to a citizen. Kedua kata tersebut juga berasal dari kata polis yang bermakna city (kota).
           Politic kemudian diserap ke dalam bahasa Indonesia dengan tiga arti, yaitu: segala urusan tindakan, kebijaksanaan, dan siasat- mengenai pemerintahan suatu negara atau terhadap negara lain, dan juga dipergunakan sebagai nama bagi sebuah disiplin pengetahuan yaitu politik.
          Dalam al-Qur’an surat al-Nisa ayat 156 terdapat perintah menaati ulil amri yang terjemahannya termasuk penguasa di bidang politik, pemerintahan dan negara. Dalam hal ini Islam tidak mengajarkan ketaatan buta terhadap pemimpin. Islam menghendaki suatu ketaatan kritis, yaitu ketaatan yang didasarkan pada tolok ukur kebenaran dari Tuhan. Jika pemimpin tersebut berpegang teguh pada tuntutan Allah dan rasul-Nya maka wajib ditaati. Sebaliknya, kalau pemimpin tersebut bertentangan dengan kehendak Allah dan rasul-Nya, boleh dikritik atau diberi saran semoga kembali ke jalan yang benar dengan cara-cara yang persuasif. Dan kalau cara tersebut juga tidak dihiraukan oleh pimpinan tersebut, boleh saja untuk tidak dipatuhi. 




BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
          Studi mengenai Islam dan wacana aspek-aspek keislaman dari kebudayaan masyarkat Islam, suatu distingsi harus dibentuk antara Islam normatif (preskripsi-preskripsi, norma-norma, dan nilai-nilai yang termuat dalam petunjuk kitab suci) dan Islam aktual (semua bentuk gerakan, praktek, dan gagasan yang pada kenyataannya eksis dalam masyarakat Muslim dalam waktu dan daerah yang berbeda-beda).
          Studi normatif terhadap Islam, yang umumnya dikerjakan kaum Muslim sendiri untuk menemukan kebenaran religius, meliputi studi-studi tafsir, hadits, fiqih, dan kalam. Kemudian studi selanjutnya non-normatif terhadap aspek-aspek kebudayaan dan masyarakat Muslim, dalam pengertian yang lebih luas: meliputi telaah Islam dari sudut sejarah dan sastra atau antropologi, sosiologi dan lain-lain.

B.  Saran-Saran
          Dari uraian tersebut kita melihat ternyata semua agama sanggup dipahami melalui aneka macam pendekatan. Dengan pendekatan itu semua orang akan hingga pada agama. Seorang teologi, sosiologi, antropologi, sejarawan, andal ilmu jiwa, dan budayawan akan hingga pada pemahaman agama yang benar. Di sini kita melihat bahwa agama bukan hanya monopoli kalangan teologi dan normatif belaka, melainkan agama sanggup dipahami semua orang sesuai dengan pendekatan dan kesanggupan yang dimilikinya. Dari keadaan demikian seseorang akan mempunyai kepuasan dari agama lantaran seluruh duduk masalah hidupnya menerima bimbingan dari agama.





DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Syamsuddin, Agama dan Masyarakat: Pendekatan Sosiologi Agama, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.
Abdullah, Taufik dan M. Rusli Karim (Ed.), Metodologi Penelitian Agama Sebuah Pengantar,  Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990.
Azhari, Tahir, “Penelitian Agama Islam: Tinjauan Disiplin Ilmu Hukum,”, Tradisi Baru Penelitian Agama Islam, Bandung: Nuansa, 2001.
Azra, Azyumardi, Islam Substantif: Agar Umat Tidak Kaprikornus Buih, Bandung: Mizan, Cet. 1, 2000.
---------,“Penelitian Non-Normatif wacana Islam: Pemikiran Awal wacana Pendekatan Kajian Sejarah pada Fakultas Adab,” Tradisi Baru Penelitian Agama Islam: Tinjauan antara Disiplin Ilmu, Bandung: Pusjarlit, 1998.
Bakker, Anton, Metode-Metode Filsafat, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984.
Bertens, K., Filsafat Barat Dalam Abad XX, Jakarta: PT Gramedia, 1981.
Echols, John M., Kamus Inggris Indonesia, Jakarta: Gramedia, 1979.
Edward Paul, (ed), The Encyclopaedia of Philosophy, Vol. 5, New York: MacMilan Publishing Co., Inc and Free Press, 1972.

0 Response to "Pendekatan Antropologis,Sosiologis,Fenomenologis,Filosofis,Historis Dan Politis"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel