-->

Tafsir al-Kasysyaf - karya al-Zamakhsyari

Kitab Tafsir al-Khasysyaf artinya karya Abu Qasim Mahmud bin Umar al-Khawarizmi al-Zamakhsyari. Ia lahir 27 Rajab tahun 487 H di Zamakhsyari, dan wafat pada tahun 538 H di Jurjaniyah. Kata Zamakhsyari pada hujung namanya dinisbahkan kepada desa Zamakhsyar di Khawarizmi, desa kelahiranya, ia bergelar Jarullah. Tafsir al-Kasysyaf merupakan salah satu buah pena Zamakhsyari yang ditulis selama tiga tahun di Makkah al-Mutenggelamah atas permintaan Abu Hasan Ali Ibnu Hamzah.

 Tafsir ini ditulis berdasarkan susunan mushaf (tahlili), corak tafsirnya termasuk tafsir bil-ra’yi. Tafsir ini di dalamnya penuh dengan romantika balghah (kajian pilologi) serta kental dengan unsur-unsur teologi Mu’tazilah. Tafsir ini termasuk tafsir apologis, yang menjsaudara termudaan Qur’an sebagai alat legitimasi demi kepentingan peribadi, mazhab dan golongan.

 Pengaruh teologi mu’tazilah dalam tafsir al-Kasyaf telah dikaji oleh para ulama. Di antara ulama yang telah berhasil menterperincikan dan membukukan teologi mu’tazilah dalam tafsir al-Kasyaf merupakan:

  1. Allamah Ahmad An-Nayyir, dalam kitab al-Intishaf.
  2. .al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani, dalam As-Syafi fi Takhrij Ahadisil Kasysyaf.
  3. Syeikh Muhammad Ulyan al-Marzuki, dalam Hasyiyah Tafsir al-Kasysyaf dan Masyahidah Inshaf ‘Ala Syawahidil Kasysyaf.
Empat buah kitab ini telah dilampirkan pada tafsir al-Kasysyaf yang diterbitkan oleh al-Maksabar al-Tijariyah Makkah oleh Mustaufa Muhsin Ahmad.

Pengarangnya memberikan dua sifat dan dia sebutkan kedua sifat itu tanpa ragu. Sifat pertama merupakan tafsir yang bersirkulasi mazhab mu’tazilah. Bahkan, pengarangnya sendiri hingga mengatakan: “ Apabila ente ingin minta izin dengan pengarang al-Kasysyaf ini maka sebutlah namanya dengan Abul Qosim al-Mu’tazili”.

Dari kalimat pertama dalam tafsir ini sudah menunjukkan adanya indikasi ihwal Mu’tazilah. Dari pertama hingga akhir. Imam Zamakhsyari selalu berpegang dengan mazhab Mu’tazilah dalam penfsirannya. Padahal al-Quran tidaklah sebuah kitab mazhab. Apabila al-Quran ditafsirkan dengan landasan sebuah sirkulasi maka nilai kemurniannya sudah hilang. Maka dari itulah al-Kasysyaf mendapat banyak kritikan dari para ulama Ahlusunnah.

Sifat kedua yang dimiliki tafsir ini merupakan keutamaan dalam nilai bahasa ‘Arab, baik dari segi I’zaj al-Quran, Balaghah, dan Fashahah, sebagai bukti terperincinya Al-Quran diturunkan dari sisi Allah SWT. Bukan buatan insan dan mereka tidak akan bisa meniru seumpamanya sekalipun mereka saling tolong-menolong dalam melkamikannya. Dalam hal ini, Imam Zamakhsyari sangat mempersiapkannya dengan matang sebelum mudau mengarangnya.

Ada beberapa kelemahan yang terdapat dalam kitab al-Kasyaf, antara lain: Dalam setiap tafsir ayat al-Quran tidak ada pengaruh batin yang didapatkan oleh pengarang. Dalil-dalil ayat tersebut tidak bisa memalingkannya kepada kebenaran, bahkan Zamakhsyari memalingkan pengertian tidak sesuai dengan zahirnya. Ini merupakan mengada-ada kalam Allah SWT. Lebih baik seandainya sedikit saja, tetapi pada kenyataannya dia membahasnya secara panjang lebar agar tidak dikatakan lemah dan kurang. Dalam hal ini, dapat kita lihat bahwa penafsiran dalam kitab itu bercampur dengan pengaruh sirkulasi mu’tazilah. Ini merupakan pengaruh cacat yang sangat besar.

Kritikan lain terdapat pada pencelaan Imam Zamakhsyari terhadap para wali Allah SWT. Hal ini karena ia lupa tehadap jeleknya perbuatan ini, dan karena tidak mengkamii adanya hamba Allah SWT mirip itu. Alangkah indah ungkapan Imam al-Razi dalam kritikannya kepada al-Zamakhsyari tehadap yang demikian. al-Razi berkata dalam tafsir ayat “Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya (QS al-Maidah [5]:54) “Dalam hal ini, pengarang al-Kasysyaf telah menceburkan dirinya dalam kesalahan dan bahaya alasannya sudah mencela kekasih Allah SWT dan telah menulis sesuatu yang tidak layak dan sesuatu kejelekan terhadap mereka yang dicintai Allah SWT. dia sangat berani melkamikan hal ini, padahal tabrakan pena ini dia lkamikan ketika menafsirkan ayat-ayat Allah SWT yang Majid”.

Kritikan lainnya merupakan penyebutan Ahlusunnah dangan kata-kata kotor. Terkadang disebut dengan golongan mujabbaroh (pemaksa), bahkan terkadang dikatakan dengan kaum kafir dan kaum yang menyimpang. Padahal ucapan mirip ini hanya pantas keluar dari golongan mereka yang bodoh, tidak dari ulama yang pintar.


Manhaj fi kitab al- Kasysyaf

Tafsir al-Kasysyaf merupakan salah satu kitab tafsir bi al-ra’yi yang terkenal, yang dalam pembahasannya menggunakan pendekatan bahasa dan sastera. Penafsirannya kadang-kadang ditinjau dari arti mufrnorma yang mungkin, dengan merujuk kepada ucapan-ucapan orang Arab terhadap syair-syairnya atau pengertian istilah-istilah yang populer. Kadang penafsirannya juga didasarkan pada tinjauan gramatika atau nahwu.

Kitab tafsir ini merupakan salah satu kitab tafsir yang banyak beredar di dunia Islam, termasuk di Indonesia. Sebagai salah satu kitab tafsir yang penafsirannya didasarkan atas pandangan Mu'tazilah, ia dijsaudara termudaan corong oleh kalangan Mu’tazilah untuk menyuminuman memabukanan fatwa-fatwa rasionalnya. Al-Fadhil Ibnu ‘Asyur berpendapat bahwa al-Kasysyaf ditulis antara lain untuk menaikkan kedusedihn Mu’tazilah sebagai kelompok yang menguasai balaghah dan ta’wil.

Namun demikian, kitab ini telah dikamii dan beredar luas secara umum di aneka macam kalangan, tidak hanya di kalangan non-Ahlussunnah wal Jama’ah, tetapi juga di kalangan Ahlusunnah wal Jama’ah. Ibnu Khaldun misalnya, ia mengkamii keistimewaan al-Kasysyaf dari segi pendekatan sastera (balaghah)-nya dibandingkan dengan sejumlah karya tafsir ulama mutaqaddimin lainnya. Menurut Muhammad Zuhaili, kitab tafsir ini yang pertama mengungkap rahasia balaghah al-Qur'an, aspek-aspek kemukjizatannya, dan kedalaman pengertian lafaz-lafaznya, di mana dalam hal inilah orang-orang Arab tidak bisa untuk menentang dan mendatangkan bentuk yang sama dengan al-Qur’an. Lebih jauh, Ibnu ‘Asyur menegaskan bahawa majoriti pembahasan ulama Sunni mengenai tafsir al-Qur’an didasarkan pada tafsir al-Zamakhsyari. al-Alusi, Abu al-Su’ud, al-Nasafi, dan para mufassir lain merujuk kepada tafsirnya.

al-Zamakhsyari melkamikan penafsiran secara lengkap terhadap seluruh ayat Al-Qur'an, dimulai ayat pertama surah al-Fatihah hingga dengan ayat terakhir surah an-Nas. Dari sisi ini dapat dikatakan bahwa penyusunan kitab tafsir ini dilkamikan dengan menggunakan metode tahlili, merupakan suatu metode tafsir yang menyoroti ayat-ayat Al-Qur'an dengan memaparkan segala pengertian dan aspek yang terkandung di dalamnya sesuai urutan bacaan dalam mushaf Utsmani. al-Zamakhsyari sebenarnya tidak melaksanakan semua kriteria tafsir dengan metode tahlili, tetapi karena penafsirannya melkamikan sebahagian langkah-langkah itu, maka tafsir ini dianggap menggunakan metode tafsir tahlili.

Aspek lain yang dapat dilihat, penafsiran al-Kasysyaf juga menggunakan metode dialog, di mana ketika al-Zamakhsyari ingin menterperincikan pengertian satu kata, kalimat, atau kandungan satu ayat, ia selalu menggunakan kata in qulta (bila engkau bertanya). Kemudian, ia menterperincikan pengertian kata atau frase itu dengan ungkapan qultu (kami menjawab). Kata ini selalu digunakan seakan-akan ia berhadapan dan berdialog dengan seseorang atau dengan kata lain penafsirannya merupakan jawaban atas pertanyaan yang dikemukakan. Metode ini digunakan karena lahirnya kitab al-Kasysyaf dilatarbelakangi oleh dorongan para murid al-Zamakhsyari dan ulama-ulama yang dikala itu memerlukan penafsiran ayat dari sudut pandang kebahasaan, sebagaimana diungkapkan sendiri dalam muqaddimah tafsirnya;

"Sesungguhnya kami telah melihat saudara-saudara kita seagama yang telah memasedihn ilmu bahasa Arab dan dasar-dasar keagamaan. Setiap kali mereka kembali kepadkami untuk menafsirkan ayat al-Qur'an, kami mengemukakan kepada mereka sebagian hakikat-hakikat yang ada di balik hijab. Mereka bertambah kagum dan tertarik, serta mereka merinsedihn seorang penyusun yang bisa menghimpun beberapa aspek dari hakikat-hakikat itu. Mereka datang kepadkami dengan satu usulan agar kami dapat menuliskan buat mereka penyingkap tabir ihwal hakikat-hakikat ayat yang diturunkan, inti-inti yang terkandung di dalam firman Allah dengan aneka macam aspek takwilannya. kami lalu menulis buat mereka (pada awalnya) uraian yang berkaitan dengan dilema kata-kata pembuka surat (al-fawatih) dan sebagian hakikat-hakikat yang terdapat dalam surah al-Baqarah. Pembahasan ini rupanya menjadi pembahasan yang panjang, mengundang banyak pertanyaan dan jawaban, serta menimbulkan dilema-dilema yang panjang".

Penyusunan kitab tafsir al-Kasysyaf tidak dapat dilepaskan dari atau merujuk kepada kitab-kitab tafsir yang pernah disusun oleh para mufassir sebelumnya, baik dalam bidang tafsir, hadis, qira’at, maupun bahasa dan sastra.

Dari kajian yang dilkamikan oleh Musthafa al-Juwaini terhadap kitab tafsir al-Kasysyaf tergambar delapan aspek pokok yang dapat ditarik dari kitab tafsir itu, iaitu:

1. al-Zamakhsyari telah menampilkan dirinya sebagai seorang pemikir Mu’tazilah;
2. Penampilan dirinya sebagai penafsir atsari, yang berdasarkan atas hadis Nabi;
3. Penampilan dirinya sebagai ahli bahasa;
4. Penampilan dirinya sebagai ahli nahwu;
5. Penampilan dirinya sebagai ahli qira’at,
6. Penampilan dirinya sebagai spesialis fiqh,
7. Penampilan dirinya sebagai seorang sastrawan, dan
8. Penampilan dirinya sebagai seorang pendidik spiritual.


Dari ke lapan aspek itu, menurut al-Juwaini, aspek penampilannya sebagai seorang Mu’tazilah dianggap paling secara umum dikuasai. Apa yang diungkapkan oleh al-Juwaini di atas menggambarkan bahwa huraian-huraian yang dilkamikan oleh al-Zamakhsyari dalam kitab tafsirnya banyak mengambarkan aneka macam pandangan yang mendukung dan mengarah pada pandangan-pandangan Mu'tazilah.

Begitu juga halnya dengan al-Zarqani yang menguatkan asumsi itu. Namun demikian, ia juga mencatat beberapa keistimewaan yang dimiliki tafsir al-Kasysyaf, antara lain: Pertama, terhindar dari cerita-cerita israiliyyat; Kedua, terhindar dari uraian yang panjang; Ketiga, dalam menerangkan pengertian kata berdasarkan atas penggunaan bahasa Arab dan gaya bahasa yang mereka gunakan; Keempat, memberikan penekanan pada aspek-aspek balaghiyyah, baik yang berkaitan dengan gaya bahasa ma’aniyyah maupun bayaniyyah; dan Kelima, dalam melkamikan penafsiran ia menempuh metode dialog.

Faham kemu’tazilahan al-Zamakhsyari dalam tafsirnya membuktikan kecerdasan, kecemerlangan dan kemahirannya. Ia bisa mengungkapkan isyarat-isyarat yang jauh agar terkandung di dalam pengertian ayat guna membela kaum Mu’tazilah dan menyanggah lawan-lawannya. Tetapi dari aspek kebahasaan ia berjasa telah menyingkap keindahan al-qur’an dan daya tarik balaghahnya. Hal ini karena dia memiliki pengetahuan yang sangat luas ihwal ilmu balaghah, bayan, nahwu dan sharaf.

Dia pernah menyatakan bahwa orang yang menaruh perhatian terhadap tafsir tidak akan dapat menyelami hakikatnya sendiri kecuali bila dia telah menguasai dua ilmu khusus bagi al-Qur’an iaitu, ilmu ma’ani dan ilmu bayan. Zamakhsyari telah cukup lama menyelami keduanya, bersusah payah dalam menggalinya, menderita karenannya serta di dorong oleh asa luhur untuk memakahi kelembutan-kelembutan hujjah Allah dan oleh hasrat ingin mengetahui mukjizat Rasulullah.

Ibnu Khaldun memberikan analisa dan penilaian terhadap al-Khasysyaf karya Zamakhsyari tersebut di dikala membicminuman memabukanan ihwal rujukan tafsir mengenai pengetahuan ihwal bahasa, I’rab, dan balaghah. Dia mengatakan:

“ Di antara kitab tafsir paling baik yang menckamip bidang tersebut artinya kitab al-Khasysyaf karya Zamakhsyari, seorang penduduk khawarizm di Irak. Hanya saja pengarangnya termasuk pengikut fanatik Mu’tazilah. Karena itulah ia senantiasa mendatangkan argementasi-argumentasi untuk membela mazhabnya yang rusak setiap ia menerangkan ayat-ayat al-Quran dari segi balaghah. Cara demikian bagi para penyelidik dari kaum ahli sunnah dipandang sebagai penyimpangan dan, bagi jumhur, merupakan manipulasi terhadap rahasia dan kedusedihn al-Quran. Namun demikian mereka tetap mengkamii kekokohan langkahnya dalam hal berkaitan dengan bahasa dan balaghah. Tetapi bila orang membacanya tetap berpijak pada mazhab sunni dan menguasai hujah-hujahnya, tentu ia akan selamat dari perangkap-perangkapnya. Oleh karena itu, kitab tersebut perlu di baca mengingat keindahan dan keunikan seni bahasanya ”.


Link artikel berkaitan:

1.      al-Kasysyaf karya al-Zamakhsyari


2.      Pengaruh Teologi Mu’tazilah Dalam Tafsir al-Kasysyaf.


3.      Muktazilah Dan Mauqif Penafsiran Mereka Terhadap Al-Quran ...


4.      Metodologi al-Zamakhsyari dalam kitab al-Kasysyaf



Download tafsir ini dalam format PDF : التحميل

0 Response to "Tafsir al-Kasysyaf - karya al-Zamakhsyari"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel