Syarah Hadits Hudzaifah (2)
بسم الله الرحمن الرحيم
Syarah Hadits Hudzaifah (2)
(Jalan Keluar Problematika Umat di Akhir Zaman)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut lanjutan pembahasan perihal jalan keluar problematika umat di selesai zaman, semoga Allah menyebabkan penyusunan risalah ini lapang dada karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Busyra (Kabar Gembira)
Meskipun keadaan insan setelah masa kenabian semakin jauh dari agama dan kebaikan yang ada tidak murni lagi, tetapi Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan agama-Nya dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Dia berfirman,
يُرِيدُونَ أَنْ يُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَيَأْبَى اللَّهُ إِلَّا أَنْ يُتِمَّ نُورَهُ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ
“Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan lisan (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai.” (Qs. At Taubah: 32)
وَاللَّهُ غَالِبٌ عَلَى أَمْرِهِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
“Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan insan tidak mengetahuinya.” (Qs. Yusuf: 21)
Hal ini memperlihatkan masih tetapnya ada di tengah umat ini segolongan orang yang berjalan di atas kitabullah dan sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tanpa peduli orang-orang yang menelantarkan mereka dan menyelisihi mereka hingga tiba keputusan Allah Azza wa Jalla. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَزَالُ نَاسٌ مِنْ أُمَّتِي ظَاهِرِينَ حَتَّى يَأْتِيَهُمْ أَمْرُ اللَّهِ وَهُمْ ظَاهِرُونَ
“Akan senantiasa ada beberapa insan dari kalangan umatku yang tampil (menegakkan kebenaran) hingga tiba keputusan Allah sedangkan mereka dalam keadaan unggul.” (Hr. Bukhari dan Muslim)
Kelompok ini akan senantisa ada hingga generasi terakhir mereka berhasil memerangi Dajjal bersama Nabi Isa alaihis salam.
Jalan keluar terhadap perselisihan yang terjadi di tengah umat
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلاَفاً كًثِيْراً. فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ اْلأُمُوْرِ، فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
“Barang siapa yang hidup di antara kalian (sepeninggalku), maka ia akan menyaksikan banyak perselisihan. Oleh sebab itu, hendaklah kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah Khulafaur rasyidin yang mendapatkan petunjuk, gigitlah dengan geraham (genggamlah dengan kuat). Hendaklah kalian menghindari kasus yang diada-adakan (dalam agama), sebab semua kasus bid’ah ialah sesat.“ (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Hakim, dan dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami’ no. 2549).
Dalam hadits Hudzaifah, kita diperintahkan meninggalkan kelompok-kelompok yang ada meskipun harus menggigit akar pohon, sedangkan dalam hadits Irbadh bin Sariyah di atas kita diperintahkan berpegang dengan Sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan sunnah khulafa rasyidin (Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali yang mewakili para sobat secara umum) serta menjauhi kasus yang diada-adakan dalam agama. Jika kita padukan kedua hadits di atas, maka kita sanggup menyimpulkan bahwa jalan keluar dari perselisihan, banyaknya golongan-golongan, dan tidak adanya jamaah kaum muslimin secara menyeluruh di bawah pimpinan seorang imam ialah Berpegang dengan sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dengan pemahaman para sobat ridhwanullah alaihim ajma’in atau pemahaman As Salafush Shalih.
Mengenal istilah As Salafush Shalih
Ibnu Manzhur dalam Lisanul Arab (9/159) berkata, “Salaf juga ialah orang yang mendahuluimu dari kalangan orang tuamu dan kerabatmu yang berada di atasmu dalam hal usia dan keutamaan. Oleh sebab itu, generasi pertama dari kalangan tabi’in disebut sebagai As Salafus Shalih.”
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah bersabda kepada puterinya, yaitu Fathimah Az Zahra radhiyallahu anha,
فَإِنَّهُ نِعْمَ السَّلَفِ أَنَا لَكِ
“Sesungguhnya sebaik-baik salaf bagimu ialah aku.” (Hr. Muslim)
Secara istilah, salaf ialah sifat yang dikala dimutlakkan tertuju kepada para sahabat, dan yang lain ikut pula ke dalamnya mengikuti.
Al Qalasyani dalam Tahrirul Maqalah min Syarhir Risalah Qaaf 36 berkata, “Salafush shalih ialah generasi pertama (umat ini) yang dalam ilmunya, berpegang dengan petunjuk Nabi shallallahu alaihi wa sallam, dan menjaga sunnahnya. Allah Ta’ala menentukan mereka untuk menemani Nabi-Nya shallallahu alaihi wa sallam, menentukan mereka untuk menegakkan agama-Nya, dan meridhai mereka sebagai para pemimpin umat. Mereka berjihad di jalan Allah dengan sebenar-sebenarnya, meluangkan waktunya untuk memperlihatkan pesan yang tersirat dan manfaat kepada umat, dan mereka korbankan diri mereka untuk meraih keridhaan Allah. Allah memuji mereka dalam kitab-Nya,
مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ
“Muhammad itu ialah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengannya ialah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka.” (Qs. Al Fath: 29)
لِلْفُقَرَاءِ الْمُهَاجِرِينَ الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ وَأَمْوَالِهِمْ يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا وَيَنْصُرُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ
“Bagi orang-orang fakir yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar.” (Qs. Al Hasyr: 8)
Dalam ayat di atas (dan ayat setelahnya) Allah memuji kaum Muhajirin dan Anshar, lalu memuji orang yang mengikuti jejak mereka, Dia juga ridha terhadap mereka dan terhadap orang-orang yang mengikuti jejak mereka.”
Bahkan Dia mengancam azab bagi mereka yang menyelisihi mereka dan mengikuti jalan selain mereka, Dia berfirman,
وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى
“Dan barang siapa yang menentang Rasul sehabis terang kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu.” (Qs. An Nisaa’: 115)
Imam Al Ghazali dalam Iljamu ‘Awam ‘An Ilmil Kalam hal. 62 berkata dikala mendefinisikan ‘salaf’, “Maksudku ialah madzhab sobat dan tabi’in.”
Abdullah Ibnul Mubarak berkata, “Tinggalkanlah hadits Amr bin Tsabit, sebab ia mencela salaf.”
Maksudnya ialah para sahabat.
Al Auza’i rahimahullah berkata, “Tahanlah dirimu semoga tetap berada di atas Sunnah, berhentilah di daerah mereka berhenti, ucapkanlah menyerupai yang mereka katakan, dan tahanlah dirimu sebagaimana mereka menahan diri, tempuhlah jalan kaum salafush shalih sebelummu, sebab cukup bagimu apa yang cukup bagi mereka.” (Disebutkan oleh Al Ajurri dalam Asy Syari’ah hal. 58)
Mereka di sini ialah para sahabat.
Adapun dari sisi masa, maka istilah salaf dipakai untuk generasi terbaik dan layak diikuti, yaitu tiga generasi pertama yang dinyatakan kebaikannya oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam,
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ يَجِيءُ أَقْوَامٌ تَسْبِقُ شَهَادَةُ أَحَدِهِمْ يَمِينَهُ، وَيَمِينُهُ شَهَادَتَهُ
“Sebaik-baik insan ialah generasiku, lalu setelahnya, dan setelahnya, lalu akan tiba kaum yang persaksiannya mendahului sumpahnya dan sumpahnya mendahului persaksiannya (bersegera bersaksi atau bersumpah meskipun tidak diminta).” (Hr. Bukhari dan Muslim)
Akan tetapi, sebab pada masa-masa tersebut telah bermunculan beberapa kelompok yang menyimpang, sehingga keberadaan seseorang di masa-masa itu tidak cukup dihukumi di atas manhaj salaf hingga sejalan dengan para sobat dalam memahami Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam, maka para ulama membatasi dengan kata-kata “As Salafush Shalih” (generasi pertama umat ini yang saleh yang mengikuti pemahaman para sahabat).
Dan tidak mengapa menyandarkan diri kepada Salaf sebagaimana yang dinyatakan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu Fatawa 4/149,
“Tidak ada celaan bagi orang yang menampakkan madzhab salaf dan mensibatkan diri kepadanya, bahkan wajib mendapatkan hal itu menurut kesepakatan, sebab madzhab salaf tidak lain merupakan kebenaran.”
Imam Dzahabi dalam Siyar A’lamin Nubala (16/547) menukil pernyataan Al Hafizh Daruquthi, “Tidak ada sesuatu yang paling saya benci daripada ilmu Kalam.”
Selanjutnya Dzahabi berkata, “Beliau tidak pernah masuk ke dalam Ilmu Kalam dan jidal (perdebatan), serta tidak pernah mendalaminya, bahkan ia ialah seorang salafi.”
Dr. Nashir bin Abdul Karim Al ‘Aql berkata, “Salaf ialah generasi pertama umat ini yang terdiri dari kalangan sahabat, tabi’in, para imam yang menunjuki umat di tiga masa yang utama. Demikian pula tertuju kepada setiap oang yang mengikuti mereka itu dan berjalan di atas manhaj (cara beragama) mereka sepanjang masa. Istilah ‘Salafi’ ialah nisbat kepada mereka.” (Mujmal Ushul Ahlissunnah fil Aqidah hal. 5)
Dengan santunan Allah dan taufiq-Nya penulis telah mensyarah kitab Mujmal Ushul Ahlissunnah wal Jama’ah Fil ‘Aqidah karya Dr. Nashir Al ‘Aql dalam bahasa Indonesia, yang di sana terdapat citra secara terang dan gamblang menyerupai apa manhaj (cara beragama) para sobat radhiyallahu anhum, silahkan buka linknya di sini: http://wawasankeislaman.blogspot.co.id/p/aqidah_5.html , lalu klik Aqidah Islam (1) sd Aqidah Islam (26), falillahil hamdu wal minnah.
Fawaid dari hadits Hudzaifah:
1. Bukti kebenaran kenabian Muhammad shallallahu alahi wa sallam, sebab terjadinya apa yang Beliau beritakan.
2. Faedah bertanya perihal keburukan, yaitu semoga sanggup menjauhinya.
3. Kebaikan yang ada sehabis masa Rasul shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya radhiyallahu anhum tidak murni lagi, bahkan dicampuri sesuatu yang mengeruhkannya.
4. Tidak terpukau oleh penampilan dan lahiriah.
7. Dakhan sanggup berupa bid’ah dalam kepercayaan maupun bid’ah dalam syariat, demikian pula dalam ibadah. Termasuk dakhan pula ialah para pemimpin dan tokoh yang tidak membimbing umat di atas Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam. Demikian pula sanawat khadda’ah (tahun-tahun yang terdapat penipuan) sebagaimana telah diterangkan maksudnya.
4. Kewajiban mengikuti jamaah kaum muslimin secara keseluruhan dan imam mereka, wajib menaatinya meskipun fasik dan mengerjakan banyak sekali kemaksiatan, menyerupai mengambil harta dan lain sebagainya, selama perintahnya bukan maksiat.
5. Jika kaum muslimin tidak bersatu di bawah sebuah imam, maka hendaknya ia meninggalkan kelompok-kelompok yang ada, dan berpegang dengan sumber referensi agama ini, yaitu Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam dengan memahaminya menyerupai pemahaman para sobat serta menjalankan agama menyerupai mereka menjalankannya.
6. Jalan keluar menghadapi problematika umat di selesai zaman.
7. Di tengah-tengah umat Nabi Muhammad shallallahu alahi wa sallam tetap akan senantiasa ada yang berpegang teguh dengan kebenaran hingga tiba keputusan Allah.
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa alihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji’: Limaadza ikhtartul manhajas salafiy (Salim Al Hilaliy), Mausu’ah Ruwathil Hadits (Markaz Nurul Islam li Abhatsil Qur’ani was Sunnah), Tahdzibul Kamal (Imam Al Mizziy), Maktabah Syamilah versi 3.45, dll.
0 Response to "Syarah Hadits Hudzaifah (2)"
Post a Comment