-->

Syarah Kitab Tauhid (34)

بسم الله الرحمن الرحيم
QBxAQEBEQEBAYEBAWDxASFhAQFhEiFhUTGBMYHSggGRooHhYWITEiJSktMC Syarah Kitab Tauhid (34)
Syarah Kitab Tauhid (34)
(Takut Kepada Allah)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba'du:
Berikut lanjutan syarah (penjelasan) ringkas terhadap Kitab Tauhid karya Syaikh Muhammad At Tamimi rahimahullah, yang banyak kami rujuk kepada kitab Al Mulakhkhash Fii Syarh Kitab At Tauhid karya Dr. Shalih bin Fauzan Al Fauzan hafizhahullah, semoga Allah mengakibatkan penyusunan risalah ini lapang dada karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
**********
Bab : Takut Kepada Allah
Firman Allah Ta’ala,
إِنَّمَا ذَلِكُمُ الشَّيْطَانُ يُخَوِّفُ أَوْلِيَاءهُ فَلاَ تَخَافُوهُمْ وَخَافُونِ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ
“Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah setan yang menakut-nakuti (kamu) dengan kawan-kawannya (orang-orang musyrik Quraisy), lantaran itu janganlah kau takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku, kalau kau benar-benar orang yang beriman.” (Qs. Ali Imran: 175)
**********
Penjelasan:
Oleh lantaran takut termasuk ibadah yang harus ditujukan kepada Allah, maka di serpihan ini penyusun (Syaikh Muhammad At Tamimi) mengingatkan semoga rasa takut ditujukan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala saja.
Dalam ayat di atas, Allah Subhanahu wa Ta’ala memberitahukan, bahwa di antara tipu muslihat musuh-Nya, yaitu setan yaitu menakut-nakuti kaum mukmin dengan kawan-kawannya (kaum musyrik) semoga jangan berjihad terhadap mereka dan tidak melaksanakan amar ma’ruf dan nahi munkar terhadap mereka. Pada ayat tersebut, Allah Subhanahu wa Ta’ala melarang kita takut kepada mereka, dan memerintahkan semoga kita hanya takut kepada-Nya saja, lantaran yang demikian termasuk konsekwensi keimanan, dimana setiap kali keimanan seorang hamba menguat, maka akan hilang rasa takut terhadap kawan-kawan setan.
Menurut Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah dalam Syarh Tsalatsatil Ushul, bahwa khauf (takut) ada tiga macam:
Pertama, khauf thabi’i (takut yang wajar), contohnya seseorang takut kepada hewan buas, takut kepada api, dan takut tenggelam. Rasa takut ini, pelakunya tidak dicela. Allah Ta’ala berfirman wacana Nabi Musa ’alaihis salam, “Karena itu, jadilah Musa di kota itu merasa takut menunggu-nunggu dengan khawatir (akibat perbuatannya).” (Terj. QS. Al Qashash: 18), akan tetapi kalau hingga menjadi alasannya yaitu meninggalkan kewajiban atau mengerjakan perbuatan haram, maka takut menyerupai ini haram.
Kedua, khauf ibadah, yaitu seorang takut kepada sesuatu, dimana ia beribadah dengan rasa takut ini. takut ini dilarang kepada selain Allah, mengarahkanya kepada selain Allah yaitu syirik akbar (besar).
Ketiga, khauf sirr, contohnya seorang takut kepada penghuni kubur, ini termasuk syirik.
Kesimpulan:
1.      Takut termasuk ibadah yang harus ditujukan kepada Allah Azza wa Jalla.
2.      Mengarahkan rasa takut kepada selain Allah Ta’ala yaitu syirik, misalnya takut kalau berhala atau sesembahan kaum musyrik itu menimpakan ancaman kepadanya, padahal sesembahan mereka tidak sanggup berbuat apa-apa.
3.      Peringatan semoga waspada terhadap tipu muslihat setan.
**********
Firman Allah Ta’ala,
إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا اللَّهَ فَعَسَى أُولَئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ
“Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah yaitu orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapa pun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang dibutuhkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Qs. At Taubah: 18)
**********
Penjelasan:
Dalam ayat di atas Allah Subhanahu wa Ta’ala menerangkan, bahwa yang berhak memakmurkan masjid-masjid Allah yaitu hamba-hamba-Nya yang beriman kepada-Nya dan kepada hari Akhir, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan tidak takut kepada seorang pun selain kepada Allah; bukan orang-orang musyrik yang mengurus Masjidilharam ketika Mekah belum ditaklukkan.
Pada ayat di atas, Allah juga menerangkan, bahwa mereka yang mempunyai sifat-sifat itulah yang mendapat petunjuk, yang di antara sifat itu yaitu hanya takut kepada Allah saja.
Kesimpulan:
1.      Penjelasan wacana orang-orang yang berhak memakmurkan masjid Allah.
2.      Keutamaan beriman kepada Allah dan hari Akhir, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan hanya takut kepada Allah.
3.      Memakmurkan masjid yaitu dengan melaksanakan ketaatan dan berzakat saleh, bukan hanya membangunnya saja.
4.      Perintah hanya takut kepada Allah saja.
**********
Firman Allah Ta’ala,
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ آمَنَّا بِاللَّهِ فَإِذَا أُوذِيَ فِي اللَّهِ جَعَلَ فِتْنَةَ النَّاسِ كَعَذَابِ اللَّهِ وَلَئِنْ جَاءَ نَصْرٌ مِنْ رَبِّكَ لَيَقُولُنَّ إِنَّا كُنَّا مَعَكُمْ أَوَلَيْسَ اللَّهُ بِأَعْلَمَ بِمَا فِي صُدُورِ الْعَالَمِينَ
“Dan di antara insan ada orang yang berkata, "Kami beriman kepada Allah," maka apabila ia disakiti (karena ia beriman) kepada Allah, ia menganggap fitnah insan itu sebagai azab Allah. Dan sungguh kalau tiba pinjaman dari Tuhanmu, mereka niscaya akan berkata, "Sesungguhnya Kami yaitu besertamu." Bukankah Allah lebih mengetahui apa yang ada dalam dada semua manusia?” (Qs. Al ‘Ankabut: 10)
**********
Penjelasan:
Dalam ayat di atas, Allah Subhanahu wa Ta’ala memberitahukan wacana orang yang masuk ke dalam keimanan tanpa bekal ilmu, bahwa dirinya ketika mendapat cobaan dan gangguan dari orang-orang, menganggap gangguan tersebut –padahal akan dialami rasul dan para pengikutnya- sebagai azab Allah. Dia melarikan diri dari gangguan musuh-musuh Allah menuju azab Allah. Tetapi ketika Allah membela tentara dan wali-Nya, ia berkata, “Sesungguhnya saya beserta kalian.” Padahal Allah lebih mengetahui apa yang ada dalam dada semua manusia.
Ayat di atas menunjukkan, bahwa takut kepada insan karena khawatir mereka akan menimpakan keburukan kepadanya lantaran beriman kepada Allah termasuk takut kepada selain Allah yang mengatakan kelemahan imannya.
Kesimpulan:
1.      Takut terhadap gangguan insan lantaran beriman kepada Allah sama saja takut kepada selain Allah.
2.      Wajibnya bersabar ketika mendapat gangguan di jalan Allah.
3.      Lemahnya semangat kaum munafik.
4.      Menetapkan ilmu bagi Allah Ta’ala
**********
Dari Abu Sa’id radhiyallahu anhu secara marfu, bahwa termasuk lemahnya keyakinan yaitu engkau mencari keridhaan insan dengan mendapat kemurkaan Allah, engkau puji mereka atas rezeki yang Allah berikan melalui mereka, engkau cela mereka atas dasar sesuatu yang belum diberikan Allah kepadamu melalui mereka. Sesungguhnya rezeki Allah tidaklah didatangkan oleh ketamakan orang yang tamak, dan tidak pula digagalkan oleh kebencian orang yang membenci.”
**********
Penjelasan:
Hadits di atas disebutkan oleh Abu Nu’aim dalam Al Hilyah 5/106, dan Baihaqi dalam Asy Syu’ab no. 203. Baihaqi menganggapnya cacat lantaran ada Muhammad bin Marwan As Suddiy, ia berkata, “Dha’if.” Di samping itu di dalamnya terdapat Athiyyah Al Aufiy, dimana Adz Dzahabi menyebutkannya ke dalam golongan Adh Dhu’afa wal Matrukin (orang-orang yang lemah dan ditinggalkan).
Thabrani juga menyebutkannya dari hadits Abdullah bin Mas’ud, dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam sebagaimana dalam Mu’jam Kabirnya (10/215-216) no. 10514. Haitsami dalam Majmauz Zawaid (4/71) berkata, “Dalam sanadnya terdapat Khalid bin Yazid Al Umariy, seorang yang tertuduh menggandakan hadits.”
Hadits di atas juga didhaifkan oleh Syaikh Al Albani dalam Dha’iful Jami no. 2007.
**********
Dari Aisyah radhiyallahu anha, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
مَنِ الْتَمَسَ رِضَى اللهِ بِسَخَطِ النَّاسِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ وَأَرْضَى عَنْهُ النَّاسَ. وَمَنِ الْتَمَسَ رِضَى النَّاسِ بِسَخَطِ اللهِ سَخِطَ اللهُ عَلَيْهِ وَأَسْخَطَ عَلَيْهِ النَّاسَ
“Barang siapa yang mencari keridhaan Allah dengan mendapat kebencian manusia, maka Allah akan meridhainya dan mengakibatkan insan ridha kepadanya. Dan barang siapa yang mencari keridhaan insan dengan mendapat kemurkaan Allah, maka Allah akan marah kepadanya dan mengakibatkan insan marah kepadanya.” (Hr. Ibnu Hibban dalam Shahihnya)
Kesimpulan:
Hadits di atas disebutkan oleh Ibnu Hibban dalam Mawariduzh Zham’an no. 1542, Tirmidzi dalam kitab Az Zuhd no. 2414, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami no. 6097, dan lihat pula wacana keshahihkan hadits di atas dalam Ash Shahihah no. 2311.
Dalam hadits di atas, Nabi shallallahu alaihi wa sallam membuktikan bahwa barang siapa yang mencari keridhaan Allah dengan melaksanakan banyak sekali amalan yang sanggup mendatangkan kecintaan Allah, melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya meskipun insan malah membencinya, maka Allah akan ridha kepadanya dan mengakibatkan insan yang sebelumnya membencinya bermetamorfosis mencintainya. Sebaliknya barang siapa yang mencari keridhaan insan meskipun harus melaksanakan perbuatan yang dibenci Allah, maka Allah akan marah kepadanya dan mengakibatkan insan yang sebelumnya mencintainya bermetamorfosis membencinya.
Dalam hadits di atas terdapat perintah takut hanya kepada Allah dan mengutamakan keridhaan-Nya di atas keridhaan makhluk.
Kesimpulan:
1.      Wajibnya takut hanya kepada Allah dan mengutamakan keridhaan-Nya di atas keridhaan makhluk.
2.      Hukuman bagi mereka yang mengutamakan keridhaan insan dengan memperoleh kemurkaan Allah.
3.      Wajibnya bertawakkal kepada Allah dan bersandar kepada-Nya.
4.      Keutamaan mengutamakan keridhaan Allah Azza wa Jalla.
5.      Hati insan di Tangan Allah Ta’ala.
Bersambung…
Wallahu a’lam wa shallallahu ala Nabiyyina Muhammad wa alaa alihi wa shahbihi wa sallam
Marwan bin Musa
Maraji’: Al Mulakhkhash fii Syarh Kitab At Tauhid (Dr. Shalih bin Fauzan Al Fauzan), Hidayatul Insan bitafsiril Qur’an (Penulis), Silsilatul Ahadits Ash Shahihah (M. Nashiruddin Al Albani), Talkhish Syarh Tsalatsatil Ushul (M. Shalih Al Utsaimin), Maktabah Syamilah versi 3.45, dll.

Related Posts

0 Response to "Syarah Kitab Tauhid (34)"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel